Bisnis.com, JAKARTA - Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) mengungkap sejumlah alasan yang menyebabkan penjualan mobil di Indonesia nyaris disusul oleh Malaysia.
Sekretaris Umum Gaikindo Kukuh Kumara mengatakan, penjualan mobil di RI sepanjang 2024 tembus 865.723 unit, dengan pangsa pasar di Asean sebesar 28%. Sementara itu, penjualan mobil di Malaysia tembus 816.747 unit, dengan pangsa pasar 26%.
Padahal, jumlah penduduk Malaysia hanya 30,7 juta jiwa pada 2024, sangat jauh dibandingkan populasi penduduk di Indonesia yang sebesar 281,6 juta jiwa pada tahun lalu.
Alhasil, Gaikindo berharap penjualan mobil Indonesia tidak dikalahkan oleh Malaysia, sebab jumlah penduduk RI sekitar 280 juta jiwa tersebut dapat menjadi pasar potensial bagi industri otomotif.
“Mudah-mudahan enggak lah [penjualan mobil RI disalip Malaysia]. Kita berharap karena penduduk RI 280 juta, itu potensi, tinggal bagaimana kita untuk menjaga. Kita pernah mencapai 1 juta unit, harus kita kembalikan ke angka tersebut," ujar Kukuh di acara Diskusi Forum Wartawan Industri (Forwin) pada Senin (19/5/2025).
Salah satu faktor penyebabnya, menurut Kukuh karena pemerintah Malaysia mempertahankan dukungan kebijakan di industri otomotif sejak masa pandemi Covid-19.
Baca Juga
“Kami mencoba mencari tahu, Malaysia yang penduduknya 30 juta lebih itu kenapa pasarnya bisa sampai tembus 800.000? Nah, informasi yang kami peroleh dari kolega kami di Malaysia, tampaknya mereka bisa mempertahankan kebijakan pada waktu pandemi belum dicabut,” katanya.
Selain itu, dia mengatakan pungutan pajak kendaraan di Indonesia jauh lebih tinggi dibandingkan Malaysia. Alhasil, pajak yang tinggi tersebut menjadi kendala dalam penjualan mobil di Indonesia.
“Kalau di Indonesia, mobil keluar dari pabrik misalnya harganya Rp100 juta, begitu sampai di konsumen itu bayarnya jadi Rp150 juta. Nah, Rp50 jutanya ini dari pajak. Ini yang menjadi salah satu kendala di kita,” katanya.
Sebagai perbandingan, Kukuh menyampaikan, misalnya untuk mobil tipe Avanza 1.5L di Malaysia, pajak kendaraan bermotor atau PKB-nya jika dikonversi ke rupiah hanya senilai Rp385.000. Sementara itu, PKB Avanza di Indonesia senilai Rp4 juta.
Sementara itu, bea balik nama (BBN) di Malaysia juga hanya dikenakan sekitar Rp500.000, dibandingkan di Indonesia yang sebesar Rp2 juta. Malaysia juga tidak mewajibkan warganya melakukan perpanjangan pajak 5 tahun, sedangkan di Indonesia wajib.
"Ini yang saya coba bandingkan. Saya ambil contoh saja misalnya model Avanza, di Malaysia, pajak tahunannya tidak lebih dari Rp1 juta rupiah, sedangkan di RI, bisa Rp6 juta. Jadi bisa dibayangkan kalau itu dikurangi kan lumayan,” jelasnya.
Alhasil, menurut Kukuh pemerintah perlu diberikan insentif jangka panjang untuk mendukung industri otomotif, serta meningkatkan daya beli masyarakat Indonesia.
Data Penjualan Mobil di Asean 2024:
1. Indonesia: 865.723 unit
2. Malaysia: 816.747 unit
3. Thailand: 562.954 unit
4. Filipina: 467.253 unit
5. Vietnam: 340.142 unit
6. Singapura: 52.828 unit