Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Author

Kahfi

content manager

Jurnalis yang memiliki minat pada isu ekonomi, industri, dan otomotif.

Lihat artikel saya lainnya

Industri Otomotif Nyaris Disusul Malaysia, Mimpi Kejar Thailand Dilupakan

Seiring pelemahan pasar domestik, produksi mobil Indonesia pun kian melorot. Hal ini kembali mengancam industri padat karya.
Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) meresmikan stasiun pengisian bahan bakar mobil hidrogen di Karawang, Jawa Barat, Selasa (11/2/2025) - Bisnis/Rizqi Rajendra.
Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) meresmikan stasiun pengisian bahan bakar mobil hidrogen di Karawang, Jawa Barat, Selasa (11/2/2025) - Bisnis/Rizqi Rajendra.

Bisnis.com, JAKARTA- Sedekade, industri otomotif bisa dibilang tak beranjak. Volume pasar domestik malah tercekik, produksi pun sulit pulih menyamai rekor sebelum pandemi.

Secara total, penjualan mobil pada tahun lalu, terkoreksi. Bahkan, volume penjualan mobil itu hanya mampu menyamai masa pandemi, berhenti di kisaran 865.000 unit dalam setahun.

Padahal sedasawarsa lalu, para pelaku industri otomotif nasional semangat mengarungi lomba mengejar prestasi Thailand.

Saat itu, kisaran 2012-2013, secara perdana volume penjualan domestik menggapai leve 1 juta unit. Produksi sudah menyentuh kisaran 1,4 juta unit, hanya berjarak 500 ribu unit dari Thailand.

Angka ekspor pun perlahan merangkak naik. Kombinasi ekspor dan domestik, meningkatkan utilisasi pabrik hingga 75% dari sekitar 2 juta unit kapasitas produksi.

Tingkat pertumbuhan ekonomi kala sedasawarsa lampau, berada pada kisaran 5-6%, tidak jauh berbeda dengan saat ini. Sedangkan pendapatan per kapita pada periode Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, berhasil didongkrak dari US$1.181. menjadi US$3.531.

Hanya saja selama dua periode pemerintahan Joko Widodo, walau bisa mempertahankan tingkat pertumbuhan yang mirip, tidak mampu mendongkrak peningkatan pendapatan per kapita hingga tiga kali lipat.

Hal inilah yang disebut-sebut ikut mempengaruhi pasar dometik Indonesia. Periode awal tahun ini, bahkan pasar domestik kian terseok dibandingkan periode tahun lalu.

“Sulit untuk memungkiri bahwa pendapatan masyarakat tidak terdongkrak, walau pertumbuhan ekonomi stabil. Hal ini juga yang mempengaruhi serapan pasar otomotif domestik yang berimbas terhadap produksi,” ungkap Wakil Presiden Direktur Toyota Motor Manufacturing Indonesia Bob Azam, akhir pekan ini.

Paling mengenaskan, tingkat produksi pabrik mobil domestik ikutan jatuh, meski sudah dibantu pertumbuhan ekspor signifikan. Dari total produksi sebanyak 368.468 unit, porsi ekspor mencapai 40%.

Di kawasan, Malaysia, Vietnam, dan Filipina sudah jadi ancaman baru industri otomotif. Malaysia berhasil menghidupkan pasar domestik sekaligus jadi tujuan investasi otomotif baru, mengalahkan taji Thailand.

Vietnam dengan total produksi mobil sebanyak 150 ribu unit, mencatatkan pertumbuhan pasar sebanya 17% dengan torehan lebih dari 300 ribu unit.

Sebaliknya Indonesia yang sedekade lalu berlari untuk melampaui Thailand, mencatatkan kelesuan pasar dan industri terus menerus.

Tingkat produksi sebentar lagi dilewati capaian Malaysia. Begitupun volume pasar domestik.

Sementara Thailand, kelesuan pasar dan produksi erat kaitannya dengan perubahan demografi. Populasi produktif di Negeri Gajah Putih terus menyusut, disusul pula hengkangnya beberapa pabrikan akibat kebijakan tak berpihak.

Di sisi lain, Malaysia memetik keunggulan dari kebijakan pemulihan pandemi yang terus berlanjut. Guyuruan insentif masih terus berlaku, memacu roda perekonomian dan permintaan domestik.

DAYA BELI LEMAH

Kasus Indonesia agak lain. Secara statistik ekonomi makro, terutama tingkat pertumbuhan dan kendali inflasi cenderung stabil.

Terlebih demografi populasi produktif yang cukup tebal, maka tersendatnya pasar domestik tak lain cerminan melemahnya daya beli masyarakat.

“Daya beli problemnya terlihat dari pendapatan per kapita yang tak berubah selama satu dasawarsa meski tingkat pertumbuhan stabil, inilah yang menyebabkan stagnasi pasar dan malah mengarah penurunan industri otomotif,” tambah Bob.

Persoalan mendasar dari kasus ini, ternyata pertumbuhan ekonomi yang stabil tidak ditopang oleh sektor manufaktur padat karya. Terlebih belakangan terjadi pelambatan manufaktur, seiring kontribusinya menyusut terhadap PDB, disusul fenomena PHK massal.

“Jadi harus ada strategi yang menyentuh persoalan, bagaimana meningkatkan pendapatan per kapita, investasi yang hadir harus padat karya. Manufaktur juga harus dibantu untuk memperbesar pasarnya,” tegas Bob.

Hal senada diungkapkan Ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda. Dia menjelaskan daya beli melemah itu tercermin sejauh ini konsumen otomotif malah berlari ke pasar mobil bekas.

"Dulu segmen bawah, ikut membeli mobil LCGC, sekarang karena kemampuan daya beli yang melemah, lebih memilih mobil bekas," tukasnya kepada Bisnis, Sabtu (17/5/2025).


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Kahfi
Editor : Kahfi
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper