Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Tarif Trump Ancam Industri Komponen Otomotif, Pemerintah Perlu Tambah Insentif?

Industri komponen otomotif terpukul tarif Trump, pemerintah perlu tambah insentif?
Pekerja memeriksa mobil impor dan ekspor di kawasan pelabuhan PT Indonesia Kendaraan Terminal, Tanjung Priok, Jakarta, Kamis (1/8/2024).
Pekerja memeriksa mobil impor dan ekspor di kawasan pelabuhan PT Indonesia Kendaraan Terminal, Tanjung Priok, Jakarta, Kamis (1/8/2024).

Bisnis.com, JAKARTA - Industri komponen otomotif terpukul oleh dampak kebijakan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang mengenakan tarif resiprokal ke berbagai negara, termasuk Indonesia sebesar 32%.

Pakar Otomotif dan Akademisi Institut Teknologi Bandung (ITB) Yannes Martinus Pasaribu mengatakan, pemerintah dan pelaku industri komponen otomotif perlu segera mengambil langkah proaktif dan terkoordinasi untuk mengantisipasi dampak tarif Trump ini.

"Pemerintah harus memperkuat non-tariff barrier sambil terus memprioritaskan diversifikasi pasar ekspor dengan memberikan dukungan intensif bagi pelaku industri untuk menembus pasar Asean, Timur Tengah, Afrika, dan negara-negara BRICS," ujar Yannes kepada Bisnis, dikutip Rabu (9/4/2025).

Menurutnya, beberapa upaya yang perlu dilakukan pemerintah yakni melalui promosi aktif, memfasilitasi informasi pasar, dan insentif ekspor. Peningkatan daya saing industri melalui investasi teknologi, pelatihan SDM, dan efisiensi produksi menjadi krusial.

"Sementara itu para pelaku industri wajib diversifikasi pasar dengan meningkatkan kualitas produk berstandar global, mengadopsi teknologi ramah biaya, seperti automasi, dan memperdalam integrasi rantai pasok regional Asean untuk mengurangi ketergantungan pada AS," jelasnya.

Lebih lanjut Yannes mengatakan, industri komponen otomotif Indonesia harus fokus pada pengembangan produk bernilai tambah tinggi, termasuk komponen untuk mobil listrik berbasis baterai (BEV) dan mobil hybrid (HEV), sejalan dengan tren global.

Seiring dengan kebijakan tarif Trump, Yannes mengungkapkan bahwa sangat mungkin produk komponen murah dari China akan membanjiri Indonesia. 

Menurutnya, melalui inisiatif Belt and Road, China semakin memperkuat infrastruktur perdagangan di kawasan, memfasilitasi aliran barang ke negara-negara mitra, termasuk Indonesia, 

Alhasil, menurut Yannes, harga yang kompetitif dari produk China impor berpotensi melemahkan daya saing produsen komponen lokal, terutama jika kualitasnya setara. 

"Industri dalam negeri bisa tertekan, mengalami kesulitan bersaing, dan bahkan kehilangan pangsa pasar di dalam negeri sendiri," jelasnya.

Kekhawatiran Pelaku Usaha

Diberitakan sebelumnya, Gabungan Industri Alat Mobil dan Motor (GIAMM) mengkhawatirkan kebijakan Presiden AS Donald Trump terkait tarif impor sebesar 32% berpotensi berdampak negatif terhadap industri komponen otomotif nasional.

Sekjen GIAMM Rachmat Basuki menyoroti potensi banjirnya produk komponen otomotif dari China ke pasar Indonesia akibat kebijakan dagang Amerika terhadap China. 

"Produk-produk murah dari China, terutama untuk kebutuhan aftermarket, dikhawatirkan akan melemahkan daya saing produk lokal," ujar Rachmat dalam keterangannya dikutip Rabu (9/4/2025).

Mengacu data Badan Pusat Statistik (BPS) impor dari China untuk kategori kendaraan bermotor dan komponen otomotif (HS 87) serta HS 98 (incompletely knocked down/IKD) tembus sebesar US$331,02 juta pada Januari 2025.

Secara terperinci, impor kendaraan dan komponen otomotif yang tertera pada HS 87 sebesar US$320,34 juta, sedangkan kategori HS 98 senilai US$10,68 juta. 

Oleh sebab itu, GIAMM menilai perlu adanya langkah strategis pemerintah dalam menyikapi situasi ini. Mengingat, ekspor komponen otomotif Indonesia ke Amerika Serikat saat ini menempati posisi kedua terbesar setelah Jepang.

“Ini tentu berdampak besar bagi industri kita, karena sebelumnya tarif masuk ke AS relatif kecil. Sementara produk Amerika yang masuk ke Indonesia dikenakan tarif yang jauh lebih tinggi," katanya.

Sebagai solusi, dia mendorong penerapan hambatan non-tarif seperti kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dan Standar Nasional Indonesia (SNI) guna melindungi industri nasional dari serbuan barang impor yang tidak kompetitif secara kualitas dan harga.

GIAMM mengajak pemerintah untuk terus memperkuat diplomasi dagang dengan negara-negara mitra dan memastikan industri nasional mendapatkan perlindungan yang memadai, agar tetap dapat tumbuh dan berkontribusi pada perekonomian Indonesia.

“Meski ada tantangan, kami tetap optimis. Pasar Amerika masih terbuka. Selama tarif yang dikenakan terhadap China tidak lebih rendah dari kita, produsen dalam negeri masih punya peluang untuk bersaing,” pungkasnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Rizqi Rajendra
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper