Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Opsen Pajak: Bikin Harga Motor Melambung, Daya Beli 'Berkabung'

Kebijakan opsen pajak pada 2025 diprediksi akan mengerek harga sepeda motor
Rizqi Rajendra, Wisnu Wage Pamungkas
Jumat, 20 Desember 2024 | 07:15
Pengendara sepeda motor melintasi Jl AP Pettarani di Makassar, Sulawesi Selatan, Selasa (26/11/2024)/JIBI/Bisnis/Paulus Tandi Bone
Pengendara sepeda motor melintasi Jl AP Pettarani di Makassar, Sulawesi Selatan, Selasa (26/11/2024)/JIBI/Bisnis/Paulus Tandi Bone

Bisnis.com, JAKARTA - Kebijakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12% dan opsen pajak pada tahun depan diprediksi akan mengerek harga sepeda motor.

Kenaikan harga sepeda motor tersebut faktanya juga diiringi dengan terkereknya harga produk-produk lain akibat PPN 12% dan dikhawatirkan akan membuat daya beli masyarakat merosot. 

Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI) menjelaskan risiko kenaikan harga motor hingga Rp2 juta pada tahun depan, imbas pungutan opsen pajak oleh pemerintah daerah.

Sebagaimana diketahui, industri otomotif Tanah Air diliputi kekhawatiran karena akan diberlakukannya opsen atau pungutan tambahan pajak terhadap kendaraan bermotor baru mulai 5 Januari 2025. Pelaku industri roda dua pun melakukan simulasi dan membuat kalkulasi. 

Ketua Bidang Komersial AISI Sigit Kumala mengatakan akan terjadi penurunan penjualan hingga 20% karena dipicu oleh naiknya harga sepeda motor baru akibat opsen atas Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) yang besarnya mencapai 66%.

“Konsumen sepeda motor sangat sensitif terhadap kenaikan harga. Opsen pajak bisa menaikkan harga motor di segmen entry level lebih dari Rp800.000. Segmen mid-high bisa naik hingga Rp2 juta," ujar Sigit dalam keterangannya, dikutip Kamis (19/12/2024).

Menurutnya, keberadaan sepeda motor sebagai sarana transportasi produktif dan efisien bagi masyarakat membuat penjualan sepeda motor masih terus tumbuh meskipun tipis pertumbuhannya. 

Adapun, mengacu data Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI), sepanjang periode 11 bulan 2024, penjualan sepeda motor domestik tembus 5,92 juta unit. 

Angka penjualan motor itu mengalami kenaikan 2,06% secara year-on-year (YoY) dibandingkan periode Januari-November 2023 sebanyak 5,8 juta unit.

Lebih lanjut Sigit mengatakan, dampak opsen pajak yang bergulir ini juga sangat potensial terjadi di rantai bisnis industri yang ada di sisi hilir, baik itu yang ada di sisi penjualan maupun layanan purnajual atau juga industri pembiayaan dan asuransi.

"Penurunan permintaan dari pasar akan memaksa produsen sepeda motor memangkas produksinya sehingga ini akan berdampak pada permintaan mereka ke industri suku cadang yang berada di rantai bisnisnya. Jika dampaknya sangat besar, tidak tertutup kemungkinan akan timbul PHK di industri ini," pungkasnya.

Respons Honda

PT Astra Honda Motor (AHM) sebagai pemegang 78% pangsa pasar sepeda motor nasional itu pun mengakui pada tahun depan akan ada kenaikan harga, seiring dengan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% dan Opsen Pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah.

General Manager Corporate Communication AHM, Ahmad Muhibbuddin mengatakan perseroan belum mengetahui berapa perkiraan kenaikan harga sepeda motor, termasuk motor listrik, jika kebijakan opsen pajak sudah berlaku pada 2025.

“Nah kalau [harga] naik kan tergantung nanti, tahun baru itu ada opsen kan. Saya belum tahu motor listrik bebas opsen atau enggak. Saya juga belum tahu, bagaimana mengimplementasikan PPN, BBNKB, opsen itu di motor listrik ya," jelas Muhib dikutip Kamis (19/12).

Dia pun mengakui bahwa kebijakan Opsen Pajak itu akan membuat masyarakat akan semakin sulit untuk membeli sepeda motor, terlebih di tengah kondisi melemahnya daya beli.

“Dampaknya dari sisi konsumen juga harga. Kalau harga pajaknya naik kan harga motor juga naik. Demand akan menurun, karena kondisi daya beli kita kan melemah ya, masih susah dengan harga yang tinggi. Konsumen akan berpikir ulang untuk beli motor,” katanya.

Cara Hitung Pajak Setelah Opsen

Kebijakan opsen pajak mulai diberlakukan pada 5 Januari 2025 sesuai dengan UU Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD) nomor 1 tahun 2022 yang ditetapkan pemerintah pusat. 

Dalam aturan terbaru, terdapat skema opsen pajak kendaraan bermotor (PKB) dan opsen bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB). Opsen sendiri adalah pungutan tambahan pajak menurut persentase tertentu. 

Sederhananya, selama ini pajak kendaraan menjadi kewenangan provinsi. Namun, setelah ada UU HKPD yang memuat opsen, maka pemerintah kabupaten dan kota pun memiliki andil yang sama dalam memaksimalkan pemungutan pajak kendaraan ini.

Kepala Bapenda Jabar Dedi Taufik mengatakan opsen bertujuan untuk meningkatkan kapasitas fiskal pemerintah kabupaten dan kota, sehingga mereka mempunyai kapasitas anggaran untuk membiayai belanja pembangunan, khususnya infrastruktur.

Kebijakan opsen pajak kendaraan ini berlaku di seluruh wilayan Indonesia dengan penetapan tarif yang berbeda-beda sesuai dengan kebijakan provinsi masing-masing, paling tinggi 2% dari nilai jual kendaraan bermotor.

Terdapat pula penyesuaian tarif pajak kendaraan tahun 2025 yang dituangkan dalam Peraturan Daerah Nomor 9 tahun 2023 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

Besaran opsen pajak kendaraan bermotor ditetapkan sebesar 66% dari pajak terutang yang ditetapkan oleh pemerintah provinsi dan mulai berlaku 5 Januari tahun 2025 mendatang. Bukan berarti pajak kendaraan naik sebesar 66%. 

“Pajak yang dibayarkan digunakan untuk membiayai belanja infrastruktur layanan publik 40% dan 10% diantaranya untuk infrastruktur jalan dan sarana transportasi umum yang ditentukan dalam PP nomor 35 tahun 2023” ujar Dedi Taufik.

Bagaimana menghitung pajak kendaraan bermotor (PKB) tahun 2025 yang akan datang, berikut caranya :

- Pajak kendaraan tahun 2024 (sebelum ada aturan baru)

contoh : Motor Yamaha Aerox 155 A/T Tahun 2024)

Nilai Jual Kendaraan Bermotor (NJKB) x bobot x tarif = Pajak terutang

22.800.000 x 1 x 1,75% = 399.000

- Pajak kendaraan tahun 2025 (setelah ada aturan baru)

22.800.000 x 1 x 1,86%  = Rp. 423.898

Kesimpulan dari simulasi tersebut :

- Terdapat selisih besaran PKB terutang antara tahun 2024 dibandingkan dengan tahun 2025 sebesar Rp. 24.898 atau sebesar 6%.

- Penyesuaian tarif pajak yang semula dikenakan sebesar 1,75% menjadi 1,86% sudah termasuk 66% pajak opsen PKB didalamnya yang menjadi penerimaan pemerintah kabupaten dan kota.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper