Bisnis.com, JAKARTA — Hyundai Indonesia memberikan beberapa catatan untuk pemerintah terkait dengan regulasi mobil listrik yang diberlakukan.
Melalui Peraturan Presiden atau Perpres No. 79/2023, pemerintah membebaskan bea masuk, dan pajak pertambahan nilai barang mewah (PPnBM) untuk importasi mobil listrik secara utuh atau completely built up (CBU), dan juga completely knocked down (CKD).
Banyak merek lantas mulai berbondong-bondong untuk memanfaatkan insentif tersebut. Di antaranya adalah BYD, Morris Garage (MG), Neta, hingga VinFast.
Padahal Hyundai sudah membuktikan komitmen investasinya dengan memiliki fasilitas manufaktur yang mampu memproduksi mobil listrik Ioniq 5 secara lokal. Bahkan produk Ioniq 5 sudah memiliki tingkat komponen dalam negeri (TKDN) 40%.
Chief Operating Officer Hyundai Motors Indonesia, Fransiscus Soerjopranoto mengatakan regulasi baru mengenai mobil listrik tidak konsisten terutama untuk perusahaan yang sudah terlanjur berinvestasi besar di Indonesia.
“Rencana perubahan regulasi berikutnya juga membuat kami tidak nyaman,” katanya, Sabtu (11/5/2024).
Baca Juga
Sebagai informasi, Investasi dari Hyundai untuk ekosistem mobil listrik telah mencapai US$3 miliar dengan adanya tiga pabrik yang hadir di Tanah Air.
Pertama adalah Hyundai Motor Manufacturing Indonesia di Cikarang yang sedang dalam proses untuk meningkatkan produksi menjadi 70.000 unit mobil listrik per tahun. Kemudian ada HLI Green Power yang merupakan perusahaan patungan atau joint ventures antara Hyundai dengan LG Energy Solutions.
Nilai investasi yang digelontorkan oleh Hyundai untuk pabrik baterai berkisar US$1,1 miliar atau setara Rp17,03 triliun (kurs jisdor Rp15.487). Pabrik ini pun mampu memproduksi sel baterai hingga 10 GWh per tahun, dan sedang dalam proses untuk penambahan sehingga total produksinya bisa mencapai 20 GWh.
Selanjutnya, masih ada investasi US$60 juta atau setara Rp929,22 miliar dalam rangka pembangunan Hyundai Energy Indonesia (HEI) untuk manufaktur sistem baterai. Nantinya pabrik ini mampu memproduksi 50.000 sistem baterai per tahun.
Frans juga menyebut terlambat terbitnya insentif pajak pertambahan nilai ditanggung pemerintah atau PPN DTP sebesar 10% juga berdampak terhadap penjualan mobil listrik Hyundai pada awal tahun ini.
Ketentuan mengenai insentif PPN DTP mobil listrik diatur melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 8/2024 tentang Pajak Pertambahan Nilai atau PPN mobil listrik yang ditanggung pemerintah atau PPN DTP tahun anggaran 2024.
“Walaupun begitu, Hyundai tetap akan terus menghadirkan produk terbarunya dan beragam layanan dalam meningkatkan kepuasan pecinta otomotif di Tanah Air,” tuturnya.