Bisnis.com, JAKARTA - Sinyal kenaikan tarif Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) mobil Hybrid Electric Vehicle alias HEV semakin menguat seiring dengan investasi pabrik sel baterai dan pack milik Hyundai Motor Group dan LG Energy Solution yang disebut akan beroperasi April mendatang.
Sebaliknya, saat bersamaan terdapat ‘suara’ untuk mendorong pemberian insentif bagi produk mobil berbasis teknologi listrik Hybrid. Usulan itupun didukung Kementerian Perindustrian (Kemenperin) demi menjaga pertumbuhan transisi Internal Combusion Engine (ICE) ke arah elektrifikasi dengan menjadikan Hybrid Electric Vehicle (HEV) sebagai anak tangga.
Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika Kemenperin, Taufiek Bawazier mengatakan seluruh formula insentif telah digodok, kendati pengambilan keputusan diserahkan ke otoritas terkait, yakni Kementerian Keuangan.
"Kami usulkan instrumen tertentu yang kita formulasikan itu berarti yang akan memberikan nilai tambah ke industri nya cukup kuat, tapi kan itu baru propose," kata Taufiek di sela-sela Buka Puasa Bersama Kemenperin, Kamis (28/3/2024).
Dia bahkan menyebut ada berbagai opsi kebijakan yang diracik dan diusulkan dalam rapat internal pemerintah. Namun, Taufiek tak memberikan detail usulan kebijakan tersebut.
Pihaknya masih menunggu waktu dan kebijakan yang akan diambil pemerintah terkait insentif mobil hybrid. Dia menegaskan bahwa Kemenperin hanya mengajukan, bukan memberi keputusan.
Baca Juga
"Pokoknya gini, semua formula kebijakan itu kita pikirin, cuma formula kebijakan itu tidak berlaku tunggal artinya yang punya otoritas itu bukan hanya Kemenperin, kalau terkait PPN dan fiskal, itu ada di Kemenkeu," ujarnya.
Sama halnya dengan Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita yang menuturkan bahwa insentif HEV masih dalam pembahasan pemerintah.
"[Insentif mobil hybrid] masih dibicarakan," tuturnya.
Sebagaimana diketahui, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 74/2021 tentang PPnBM kendaraan bermotor, pada Pasal 36B disebutkan bahwa skema tarif awal agar ditingkatkan untuk jenis mobil non-Battery Electric Vehicle (BEV), termasuk hybrid.
Ketentuan perubahan skema tarif berlaku ketika realisasi investasi minimal Rp5 triliun setelah jangka waktu dua tahun atau saat mulai memproduksi mobil BEV secara komersial.
Adapun, perubahan skema tarif yang tercantum pada Pasal 26 terkait tarif mobil HEV dengan silinder 3.00cc beremisi karbon CO2 kurang dari 100 gram per kilometer yang semula dikenakan PPnBM 8% akan naik hingga kisaran 10%.
Sementara itu, untuk HEV lainnya yang dikelompokkan dalam Pasal 27 akan mengerek naik tarif pajak PPnBM semula 7% menjadi 11%. Hal yang sama terjadi pada model mobil mild hybrid, antara lain yang awalnya bertarif 8% menjadi 12%.
Tak hanya mobik listrik hybrid, skema tarif PPnBM ini juga akan berlaku pada mobil konvensional lainnya.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan bahwa pemerintah masih terus mengkaji rencana pemberian insentif untuk mobil hybrid.
Airlangga menjelaskan, insentif yang akan diberikan berupa pajak pertambahan nilai (PPN) ditanggung pemerintah (DTP). Besaran PPN DTP untuk mobil hybrid rencananya akan sama dengan besaran insentif yang diberikan untuk mobil listrik.
“Kita akan bahas dengan kementerian teknis, kita sedang kaji. Sama dengan PPN DTP, kalau sekarang kan 1%, nanti kita akan exercise," kata Airlangga saat ditemui di Kantor Kemenko Perekonomian, beberapa waktu lalu.
Dia belum memberikan detail waktu aturan teknis akan diberikan. Sebab, pihaknya masih menghitung dampak pemberian insentif terhadap harga jual mobil hybrid.