Bisnis.com, JAKARTA — Pasar kendaraan niaga terbilang cukup berat tahun ini seiring adanya Pemilu 2024, dan juga tingginya suku bunga dari bank sentral.
Merujuk data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia atau Gaikindo menunjukkan penjualan truk sepanjang 2023 mencapai 77.581 unit sepanjang 2023, turun 16% dari 92.634 pada tahun sebelumnya.
Secara rinci, penjualan light truck sebanyak 49.012 unit atau turun 23%, medium truck sejumlah 7.797 unit atau naik 6%, sedangkan heavy truck mencapai 20.772 unit atau turun 4%.
Selain itu, penjualan pick-up juga terbilang lesu dengan jumlah 132.601 unit sepanjang 2023, turun 17% dari 160.171 unit dibandingkan 2022.
Di tengah terkoreksinya penjualan domestik untuk kendaraan niaga, terdapat banyaknya importasi truk yang berasal dari China.
Bila melihat data Badan Pusat Statistik (BPS), nilai importasi dari kode HS 87042369 mencapai US$113,07 juta atau setara Rp1,77 triliun (kurs jisdor Rp15.685). Nilai tersebut merupakan nominal barang yang didatangkan dari China melalui pelabuhan Morowali, Weda, dan Pulau Obi.
Baca Juga
Secara rinci, pengapalan dari Morowali mencapai US$18,74 juta atau Rp294,04 miliar, Pulau Obi US$1,18 juta atau Rp18,64 miliar, dan Weda US$93,13 juta atau Rp1,46 triliun.
Adapun, kode HS 87042369 merupakan pengelompokan untuk kendaraan bermotor selain pendingin, pengumpul sampah, tanker, lapis baja, hooklift, dumper; untuk pengangkutan barang, hanya dengan mesin diesel atau semi diesel; g.v.w. > 24 ton & ≤ 45 ton; bukan CKD
Ketua Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia atau Gaikindo Yohanes Nangoi mengatakan truk yang berasal dari China tersebut digunakan untuk operasional tambang sehingga tidak perlu dilakukan bea balik nama.
Alhasil harga yang ditawarkan oleh truk dari China tersebut merupakan off-the-road. Dia pun mengakui terdapat kelemahan dari aturan yang berlaku untuk importasi kendaraan.
Menurutnya, truk yang masuk ke Indonesia seharusnya minimal sudah menerapkan standard emisi euro 4. Bila tidak mematuhi aturan tersebut, maka truk yang didatangkan tidak bisa digunakan untuk operasional.
“Mereka masuk ke tambang sehingga tidak perlu namanya dibalik nomor. Jadi harga off the road, dan ini yang terus terang sedang kami coba cegah,” ujarnya di Jakarta, Rabu (7/2/2024).
Di sisi lain, sebut Nangoi, saat ini para pengguna truk notebene merupakan pengusaha sangat berhati-hati untuk melakukan pembelian kendaraan niaga pasca terjadinya pandemi Covid-19. Tahun Pemilu juga membuat pengusaha cenderung wait-and-see untuk membeli unit operasional.
Di satu sisi, tingginya suku bunga membuat lembaga keuangan kian memperketat pinjaman untuk pembelian kendaraan. Padahal mayoritas kendaraan niaga dilakukan menggunakan skema kredit.
“Kenaikan suku bunga pasti akan berpengaruh terhadap penjualan. Suku bunga saat ini cukup tinggi, dan kemarin saya lagi tunggu dari The Fed belum menurunkan ya, tapi ada rencana untuk diturunkan,” katanya.
Pertumbuhan perekonomian yang masih stabil di level 5%, dan inflasi mencapai 2,57% pada Januari 2024 secara year-on-year (yoy) dinilai akan turut mendongkrak kinerja kendaraan komersial.
Meski demikian, Nangoi belum bisa memberikan proyeksi pasti, dan memperkirakan pasar kendaraan niaga akan cenderung sama atau stagnan dibandingkan tahun lalu.