Bisnis.com, JAKARTA — PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) mengaku siap memproduksi mobil yang mampu menenggak etanol hingga kadar 100%, asalkan pasokan bahan bakar bisa dipenuhi. Tidak hanya itu, Toyota membuka kemungkinan menghadirkan mobil hidrogen.
Saat gelaran Gaikindo Indonesia International Auto Show atau GIIAS pada Agustus 2023 lalu, Toyota tampak memamerkan mobil Fortuner yang mampu menenggak etanol hingga 100% atau disebut E-100.
Wakil Presiden Direktur TMMIN Bob Azam mengatakan secara teknologi merek asal Jepang tersebut sejatinya sudah mampu memproduksi mobil yang sepenuhnya berbahan bakar etanol.
Meski demikian, keterbatasan dari bahan bakar bauran etanol atau bioetanol membuat Toyota belum memproduksi mobil tersebut secara massal.
“Kembali lagi penyediaan bahan bakarnya. Kalau di Brasil kan stasiun sudah berdampingan sehingga mau isi bensin atau etanol mudah,” ujarnya di xEV Center, Karawang, Jawa Barat pada Senin (22/1/2024).
Di satu sisi, dia menyebut ongkos pengiriman logistik untuk bahan bakar menjadi suatu persoalan tersendiri karena terbilang mahal. Apabila suatu daerah dapat memproduksi bioetanol, maka dapat memangkas biaya logistik.
Baca Juga
Solusi lainnya yang bisa diupayakan adalah mengembangkan teknologi berbasis hidrogen. Namun, teknologi ini juga membutuhkan regulasi berupa standardisasi yang diberlakukan oleh pemerintah.
“Misalnya pengisian hidrogen, itu kan menggunakan tekanan tinggi,” tuturnya.
Toyota juga sudah menjalin kerja sama dengan PT Pertamina (Persero) untuk membangun integrated energy refueling station yang terletak di SPBU Daan Mogot.
SPBU itu nantinya akan menyediakan tiga jenis bahan bakar dalam satu stasiun pengisian, yaitu BBM, gas, serta hidrogen. Konsep High-Speed Hydrogen Refueling Station atau HRS ini nantinya akan mampu melakukan pengisian hidrogen dengan skala komersial dengan waktu pengisian kurang dari lima menit.
Dalam upaya penerapan multi-pathway, Toyota juga telah menggunakan bahan baku nikel untuk menggerakan mobil hybrid Innova Zenix. Jenis ini pun dinilai lebih cocok untuk teknologi elektrifikasi karena memiliki densitas yang lebih besar.