Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah nampaknya menaruh harapan besar kepada BYD, Hyundai, dan Wuling untuk membawa Indonesia sebagai basis produksi mobil listrik. Pabrik mobil listrik ini diharapkan mengekor kebijakan hilirisasi mineral, bisa menyerap olahan nikel dan mineral lainnya untuk elektrifikasi otomotif.
Sejauh ini, baru ada Hyundai, dan Wuling yang sudah memproduksi mobil listrik secara lokal dan memenuhi syarat minimal Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) 40%.
Sementara itu, pemerintah juga sudah berulang kali menyuarakan investasi BYD di Indonesia, dan harapannya merek asal China ini mampu membawa industri mobil listrik ke level selanjutnya.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marinves) Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan perkembangan industri mobil listrik menjadi bagian penting untuk menjaga daya saing Indonesia sebagai hub otomotif di Asean.
Menurutnya, dibutuhkan kerja keras melalui kolaborasi dari berbagai pihak untuk membawa keuntungan investasi dan regulasi yang kompetitif dalam mengembangkan industri mobil listrik di Tanah Air.
“Kami berharap produk BYD pada hari ini akan tergolong memperkuat ekosistem dan pengembangan industri kendaraan listrik di Indonesia bertingkat yang lebih tinggi lagi dan kita menjadi hub untuk kawasan industri utama.,” ujarnya dalam video sambutan peluncuran BYD di Jakarta, Kamis (18/1/2024).
Baca Juga
Di sisi lain, dia juga berharap masyarakat Indonesia bersedia untuk segera mengubah gaya hidup dengan beralih dari kendaraan konvensional menjadi mobil listrik.
Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kemenko Marves Rachmat Kaimuddin mengatakan kehadiran para merek mobil listrik di Indonesia diharapkan tidak hanya memenuhi kebutuhan domestik, tapi juga dapat melakukan ekspor.
Terlebih lagi, BYD yang mengalahkan penjualan mobil listrik Tesla juga sudah hadir di Indonesia. Harapannya cita-cita menjadi basis produksi di Asean pun dapat terpenuhi.
“Baru dari dua pabrikan yang saat ini sudah ada ya, yaitu Wuling dan Hyundai. Begitu nanti yang lain-lain ini masuk juga ya mulai dari BYD dan ada beberapa lagi harapan kita Indonesia bisa jadi hub terutama yang setir kanan untuk EV,” katanya.
BATERAI MOBIL LISTRIK LOKAL
Di sisi lain, pemerintah telah mengiming-imingi berbagai insentif fiskal bagi pabrikan yang hendak menjejak pasar mobil listrik. Mereka sebagaimana aturan teranyar, diberikan kelonggaran untuk melakukan impor mobil listrik utuh dengan pembebasan bea masuk hingga Pajak Penjualan Barang Mewah atau PPnBM.
Harapannya, geliat produksi mobil listrik akan memperkuat ekosistem produksi hingga bisa menyerap nikel lokal sebagai bagian hilirisasi mineral. Semula, pemerintah mengaku telah mengantongi dua proyek pembangunan ekosistem baterai, yakni Proyek Titan bersama Hyundai dan LG Energy juga Proyek Dragon dengan afiliasi CATL dari China.
Sejauh ini, baru proyek Titak yang memberikan titik terang. Pada tahun ini, kolaborasi Hyundai Motors dan LG Energy akan mengoperasikan pabrik sel dan pack baterai.
Persoalan kemudian, banjirnya produk mobil listrik terutama berasal dari China, kebanyakan menggunakan teknologi baterai berbeda dari bahan baku utama nikel dan kobalt. Kini, mayoritas pabrikan bahkan mengedarkan mobil listrik di Indonesia dengan basis baterai Lithium Ferro Phosphate (LFP).
Sebagaimana diungkap BYD yang baru meluncurkan tiga model mobil listrik. General Manager BYD Asia-Pasifik Liu Xueliang, menegaskan merek asal China ini merupakan sebuah perusahaan teknologi sehingga tidak hanya fokus pada produksi mobil atau bahkan pasokan baterai. Menurutnya, teknologi baterai juga tidak terbatas hanya untuk produk mobil, tetapi bisa juga untuk barang-barang elektronik lainnya.
“Kami juga mengetahui Indonesia memiliki banyak nikel, dan BYD mengupayakan supaya bisa menggunakan sumber bahan baku nikel di indonesia.” tuturnya di Jakarta, Kamis (18/1/2024).
BAHAN BAKU NIKEL
Chief Operating Officer PT Hyundai Motors Indonesia (HMID) Fransiscus Soerjopranoto mengatakan tidak terlalu pusing terkait dengan penggunaan baterai NMC maupun Lithium Iron Phosphate (LFP) sebagai bahan baku industri baterai. Hal terpenting, ungkapnya, adalah mendukung kebijakan dari pemerintah.
Menurutnya, salah satu pertimbangan dari penggunaan baterai jenis NMC adalah karena Indonesia memiliki sumber daya nikel dan cobalt terbesar di dunia.
“Salah satu pertimbangan pemerintah adalah Indonesia merupakan penghasil Nikel dan Cobalt terbesar di dunia karenanya, kami akan menyesuaikan dengan kondisi yang ada,” ujarnya kepada Bisnis, Senin (22/1/2024).
Di sisi lain, terdapat opsi lain seperti teknologi mobil hybrid, juga mengandalkan baterai nikel. Hal ini seperti digunakan pada Innova Zenix Hybrid. Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) telah membangun fasilitas perakitan baterai termasuk untuk Innova Zenix yang berbasis nikel (Ni-MH/Nickel Metal Hydrade).
“Turunan nikel, sebenarnya tidak saja bisa digunakan untuk baterai. Dengan campuran mineral lain, nikel bisa dijadikan sebagai superalloy yang merupakan material penting untuk industri teknologi canggih,” ungkap Wakil Presiden Direktur TMMIN Bob Azam beberapa waktu lalu.