Bisnis.com, JAKARTA — Hyundai bakal menyesuaikan penggunaan baterai Nickel Manganese Cobalt (NMC) seiring bahan baku yang melimpah di Indonesia.
Chief Operating Officer PT Hyundai Motors Indonesia (HMID) Fransiscus Soerjopranoto mengatakan tidak terlalu pusing terkait dengan penggunaan baterai NMC maupun Lithium Iron Phosphate (LFP). Hal terpenting, katanya, adalah mendukung kebijakan dari pemerintah.
Menurutnya, salah satu pertimbangan dari penggunaan baterai jenis NMC adalah karena Indonesia memiliki sumber daya nikel dan cobalt terbesar di dunia.
“Salah satu pertimbangan pemerintah adalah Indonesia merupakan penghasil Nikel dan Cobalt terbesar di dunia karenanya, kami akan menyesuaikan dengan kondisi yang ada,” ujarnya kepada Bisnis, Senin (22/1/2024).
Hyundai Motor Company memang telah mulai membangun ekosistem baterai senilai US$1,1 miliar dengan menggandeng LG Energy Solution. Nantinya fasilitas itu akan memproduksi baterai dengan jenis NMC.
Bahkan, tambahan investasi senilai US$60 juta juga digelontorkan dalam guna mendirikan fasilitas produksi Hyundai Energy Indonesia (HEI) untuk manufaktur sistem baterai.
Baca Juga
Mobil listrik Ioniq 5 sebagai salah satu produk yang memenuhi syarat minimal Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) 40% masih menggunakan jenis baterai Lithium-Ion.
Baterai ini disebut memiliki daya tahan tinggi, energi yang padat, serta degradasi yang rendah, sehingga diklaim sebagai salah satu baterai terbaik untuk mobil listrik saat ini karena
Bila merujuk situs resmi Hyundai Motor Indonesia, baterai ini tahan dengan cuaca ekstrem baik panas atau dingin. Ditambah lagi telah terdapat teknologi sistem manajemen baterai yang melindungi dari pengaruh lingkungan.
Teknologi dari baterai itu juga diklaim dapat menjaga jarak tempuh mobil listrik, serta memperpanjang siklus hidup dari baterai.