Bisnis.com, JAKARTA — BYD mengklaim bakal melakukan analisa lebih dalam untuk memanfaatkan sumber daya nikel yang ada di Indonesia. Sejauh ini, tiga model yang diluncurkan BYD Atto 3, Seal, dan Dolphin mengandalkan material lithium iron phosphate.
Ketiga model menggunakan teknologi yang diistilahkan Blade Battery, dikembangkan dari sel-sel tunggal yang disusun dalam sebuah pack baterai.
Struktur pack baterai yang lebih optimal tersebut diklaim membuat pemanfaatan ruang dari produk meningkat lebih dari 50% bila dibandingkan jenis lithium iron phosphate konvensional.
Teknologi Blade Battery ini disebut memiliki durasi hingga seumur hidup atau lifetime dengan jarak tempuh sampai 1,2 juta kilometer.
General Manager BYD Asia-Pasifik Liu Xueliang, menegaskan merek asal China ini merupakan sebuah perusahaan teknologi sehingga tidak hanya fokus pada produksi mobil atau bahkan pasokan baterai.
Menurutnya, teknologi baterai juga tidak terbatas hanya untuk produk mobil, tetapi bisa juga untuk barang-barang elektronik lainnya.
Baca Juga
“Kami juga mengetahui Indonesia memiliki banyak nikel, dan BYD mengupayakan supaya bisa menggunakan sumber bahan baku nikel di indonesia.” tuturnya di Jakarta, Kamis (18/1/2024).
Lebih lanjut, dia mengatakan BYD akan mencari tahu lebih dalam dengan analisa pasar untuk mendukung pengembangan bisnis di Indonesia.
Selain itu, BYD juga telah memproduksi baterai mulai dari Nickel Manganese Cobalt (NMC), NiMH, dan Lithium-ion, dan baterai NCM. Baterai yang diproduksi dapat digunakan untuk mobil listrik, penyimpanan energi, dan produk elektronik lainnya.
Secara terpisah, Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kementerian Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Rachmat Kaimuddin mengatakan Indonesia sedang berupaya membangun industri kendaraan listrik.
Seiring dengan adanya target minimal Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) 60% pada 2027, para pabrikan otomotif diharapkan dapat menggunakan baterai hasil produksi lokal, dan tidak impor.
“Jadi harapan kami juga mungkin pemain-pemain seperti BYD itu juga ikut karena mereka cukup besar juga, dan produsen baterai juga ya,” ujarnya di Jakarta, Kamis (18/1/2024).
Apabila nikel tidak ter-hilirisasi dalam wujud baterai, maka bahan baku ini masih bisa digunakan untuk menjadi produk stainless steel dan sebagainya.
“Nikel itu jauh lebih besar dari sisi ini. Jadi ya, mungkin bukan yang bisa mendikte pasar mobil, tapi untuk nikel juga akan sangat penting,” tuturnya.