Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Importir Bahan Baku Industri Rugi Rp20 Triliun, Imbas Pembatasan Impor

Kesulitan melakukan importasi dengan demikian berdampak terhadap ketersediaan pasokan bahan baku industri (shortage).
Aktivitas manufaktur otomotif/.Bloomberg
Aktivitas manufaktur otomotif/.Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA- Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) membeberkan dampak kerugian yang telah dirasakan para importir dalam negeri imbas pembatasan aktivitas impor bahan baku industri. 

Adapun, aturan pembatasan impor yang dimaksud yakni yang tertuang dalam pasal 19 ayat 1 dalam Peraturan Pemerintah (PP) No.28/2021 tentang Penyelenggaraan Barang Perindustrian. 

Dalam beleid tersebut, impor bahan baku atau bahan penolong hanya dilakukan oleh Perusahaan Industri yang memiliki nomor induk berusaha yang berlaku sebagai Angka Pengenal Importir Produsen (API-P). 

Kalangan importir pemegang izin Angka Pengenal Importir Umum (API-U) mengaku kesulitan melakukan importasi dengan demikian berdampak terhadap ketersediaan pasokan bahan baku industri (shortage). 

Wakil Ketua Umum GINSI Erwin Taufan mengatakan pemberlakuan beleid tersebut telah menyebabkan kerugian materil bagi para importir umum. Untuk itu, dia mendorong revisi PP No.28/2021 untuk segera disahkan oleh Presiden Joko Widodo. 

"Harapan kita secepatnya lah itu Pak Presiden untuk menandatangani revisi PP 28 dan 32. Ini sangat sangat mendesak, sudah hampir Rp20 triliun kerugiannya," kata Taufan kepada Bisnis, Senin (14/8/2023). 

Total kerugian tersebut mencakup perputaran uang yang terhenti di kalangan importir sejak awal tahun 2022. Bahkan, selama 3 bulan terakhir, anggota GINSI telah mengenakan 156 pita cukai pada produknya dengan nilai Rp10 triliun. 

Terlebih, ada berbagai efek domino lainnya yang dirasakan oleh para importir saat ini. Oleh karenanya, menurut Taufan, pemerintah semestinya tidak hanya melihat dampak dari sisi makroekonomi saja. 

"Kami tidak bisa melakukan importasi barang dan itu tidak hanya murni untuk trading tetapi barang itu juga untuk kebutuhan pabrik kan ada baja ada tekstil," ujarnya. 

Taufan juga menunjukkan, kerugian tak hanya terjadi dari sisi pengusaha, namun juga penerimaan bea cukai yang menurun dari tahun sebelumnya. 

Dikutip dari Data Indonesia, penerimaan negara yang bersumber dari kepabeanan dan cukai sebesar Rp135,4 triliun pada semester I/2023. Angka tersebut terkontraksi 18,8 persen jika dibandingkan pada periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp166,8 triliun.

Lebih lanjut, dia kembali mendorong pemerintah untuk merilis perombakan aturan PP No.28/2021 dan PP No.32/2022 terkait neraca komoditas. Adapun, berdasarkan informasi yang diterima, revisi tersebut telah berada di Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg). 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Kahfi
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper