Bisnis.com, JAKARTA —LG Energy Solution dikabarkan telah mengirimkan surat terkait rencana investasi penghiliran baterai kendaraan bersama konsorsium yang bakal berlanjut.
Hal itu disampaikan Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia. Dia menuturkan dirinya telah menerima surat komposisi konsorsium LG Energy Solution (LG) yang baru terkait dengan rencana investasi penghiliran baterai listrik bersama dengan usaha patungan Indonesia Battery Corporation (IBC) tahun ini.
“Waktu itu konsorsium LG sempat disetop sedikit karena masih negosiasi, negosiasinya sekarang sudah selesai, suratnya sudah ada dikasi ke kami,” kata Bahlil selepas rapat di Komisi VI DPR RI, Jakarta, Jumat (9/6/2023).
Sebagai tindaklanjut surat itu, Bahlil mengatakan kementeriannya bakal menggelar rapat lanjutan bersama dengan Kementerian BUMN untuk memfinalisasi valuasi izin usaha pertambangan (IUP) milik anak usaha PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), PT Nusa Karya Arindo (NKA) yang rencanannya bakal dikerjakan bersama dengan perwakilan konsorsium LG, LG Chem.
“Kami sudah mau start mungkin pertengahan bulan ini sudah mulai rapat dengan BUMN untuk menyelesaikan terkait dengan harga dari tambang, berapa nilai valuasinya,” kata Bahlil.
Seperti diketahui, IUP dengan luasan konsesi mencapai 20.763 hektare itu bakal didivestasi dengan LG Chem, perwakilan konsorsium LG nantinya pada NKA. LG Chem rencananya bakal menghimpit saham minoritas di anak usaha ANTM tersebut.
Baca Juga
Di sisi lain, dia menegaskan, rencana investasi konsorsium LG masih sesuai dengan komitmen awal. Malahan, dia mengatakan, konsorsium asal Korea Selatan itu bakal mulai memproduksi sel baterai sebesar 10 gigawatt per hour (GWh) tahun depan.
Rencanannya, pabrik baterai setrum hasil investasi kerja sama antara konsorsium LG dan Hyundai Motor Group dengan IBC itu dapat mulai produksi atau commercial operation date (COD) pada April 2024 mendatang.
Nantinya, pabrik baterai listrik dengan kapasitas awal produksi yang dipatok 10 GWh itu akan langsung terintegrasi dengan mobil listrik rakitan di dalam negeri termasuk milik Hyundai.
“Mereka tahun depan sudah mulai produksi sel baterai 10 GWh per tahun, menurut saya akan lebih cepat proses tahapan berikutnya,” kata dia.
Kepastian investasi konsorsium LG pada sisi penghiliran baterai listrik itu menjadi krusial, karena sebelumnya negosiasi IBC bersama perusahaan Korea Selatan itu berjalan alot hingga akhir tahun lalu.
Malahan, LG dikabarkan sempat ingin menarik komitmen investasi di usaha patungan IBC pada sisi hilir setelah implementasi Undang-Undang (UU) Penurunan Inflasi atau Inflation Reduction Act (IRA) Amerika Serikat awal tahun ini.
LG disebutkan tidak tertarik untuk berinvestasi lebih lanjut hingga tingkat pabrikan baterai listrik seperti yang ditawarkan dalam perjanjian usaha patungan bersama IBC. Bahkan, LG menyerahkan negosiasi kepada rekanan konsorsium mereka Huayou Holding.
“Kami dapat informasi dari Aneka Tambang [Antam] bahwa LG itu masih belum jelas statusnya, tapi LG mendorong anggota konsorsiumnya Huayou untuk melanjutkan diskusi dan negosiasi,” kata Direktur Utama MIND ID Hendi Prio Santoso saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VII, Senin (6/2/2023).
Kendati demikian, Hendi menilai negosiasi yang berlanjut bersama dengan Huayou itu belakangan tidak seimbang dari kesepakatan yang tertuang dalam perjanjian usaha patungan awal.
“Kami masih menginginkan adanya konsorsium yang lengkap sampai ke EV manufacturer-nya, sedangkan Huayou kan bergerak hanya di pengembangan smelter,” tuturnya.
Konsorsium LG lewat HoA yang ditandatangani pada awal 2021 lalu menggandeng beberapa rekanan produsen dan manufaktur yang mayoritas berbasis di Korea Selatan, seperti LG Energy Solution, LG Chem, LG Internasional, dan Posco, sementara satu mitra mereka berasal dari China, yakni Huayou Holding.
Saat itu, Konsorsium LG berkomitmen untuk berinvestasi sekitar US$8 miliar atau setara dengan Rp122,79 triliun pada penghiliran bijih nikel menjadi baterai listrik lewat Proyek Titan.