Bisnis.com, JAKARTA – Industri otomotif dalam negeri tengah berhadapan dengan risiko penurunan ekspor karena biaya pengadaan komponen yang tidak efisien alias mahal. Hal ini dipicu sulitnya importasi bahan baku baja oleh para pemain komponen otomotif lokal.
Sekretaris Jenderal Gabungan Industri Alat Mobil dan Motor (GIAMM) Rachmad Basuki mengatakan pengadaan komponen otomotif memakan biaya tinggi lantaran adanya pembatasan impor.
Perusahaan penyedia komponen otomotif, lanjutnya, tidak diperbolehkan melakukan impor dalam jumlah besar melalui importir umum, sehingga pengadaan harus dilakukan oleh masing-masing perusahaan dengan jumlah kecil.
“Jadi, kalau impor per perusahaan mahal. Bisa sih ambil dari dalam negeri, speknya ada, dan investasi di industri besi baja juga banyak, cuma harga komponennya mahal. Kalau semua mahal, kira-kira bisa diekspor enggak?” kata Rachmad kepada Bisnis, Senin (22/5/2023).
Sebagai informasi, pembatasan impor mengacu kepada PP No. 28/2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perindustrian yang mengatur impor bahan baku/penolong, termasuk besi baja untuk industri otomotif.
Dalam Pasal 19, aturan turunan UU No. 11/2020 tentang Cipta Kerja (UU Ciptaker) tersebut, impor bahan baku/penolong hanya dilakukan oleh perusahaan bernomor induk usaha sebagai importir produsen.
Baca Juga
Sementara itu, Rachmad mengatakan pengadaan komponen otomotif dari luar negeri sebelumnya lebih murah ketika importir umum diperbolehkan mengimpor bahan baku/penolong, dan jumlahnya besar. Tidak hanya importir produsen.
Kondisi ini juga dinilai ironis lantaran industri otomotif dalam negeri dituntut oleh pemerintah untuk memperkuat pasar ekspor.
Dikhawatirkan, jelas Rachmad, pabrikan otomotif raksasa seperti Toyota memprioritaskan penjualan ekspornya di pabrik-pabrik yang berlokasi di Thailand, Vietnam, ataupun Filipina. Padahal, ekspor mobil produksi dalam negeri berpengaruh signifikan terhadap industri.
Mengutip data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), ekspor mobil yang diproduksi di Indonesia mencapai 473.602 unit atau sekitar 32 persen dari total produksi, yakni 1,47 juta unit pada 2022.
Hal yang sama juga terjadi di industri komponen. Seperti halnya industri otomotif roda empat, kata Rachmad, ekspor komponen di Tanah Air juga mencapai separuh dari total produksi.
“Komponen juga sama, hampir separuh produksi diekspor. Kalau harganya mahal, perusahaan komponen besar seperti Denso yang juga punya pabrik di Thailand, Malaysia, dan Vietnam, akan mencari negara yang lebih kompetitif. Itu yang kami khawatirkan,” tuturnya.