Bisnis.com, JAKARTA – PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) mengaku kebijakan impor bahan baku penolong terutama baja melalui neraca komoditas telah menghambat kinerja produksi.
Direktur Administrasi, Corporate & External Affairs PT TMMIN Bob Azam mengatakan kebijakan baru tersebut tidak hanya mempengaruhi pihaknya saja melainkan industri secara keseluruhan.
“Yang namanya sistem baru pasti mempengaruhi semua termasuk otomotif dan TMMIN,” tutur Bob kepada Bisnis, Selasa (7/2/2023).
Meski demikian, TMMIN telah melakukan komunikasi dengan regulator dan pemasoknya.
“Memang ada kendala tapi kami sudah berkomunikasi dengan pemangku kepentingan termasuk pemerintah dan supplier yg terlibat,” ungkapnya.
Oleh karena itu, Bob mengharapkan masalah ini dapat diselesaikan secara cepat. Dia juga menuturkan dampak dari kendala itu saat ini belum sampai pada tahap menyetop produksi.
Baca Juga
“Kinerja produksi TMMIN mudah-mudahan bisa di-solve tepat waktu, sejauh ini belum sampai stop produksi,” tandasnya.
Di sisi lain, Ketua Umum BPP Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) Capt. Subandi mengatakan, dampak dari hal tersebut telah mempengaruhi beberapa bahan baku mulai dari besi baja dan turunannya, bahan baku plastik, bahan baku pelumas, hingga bahan baku masker.
Persoalannya, penggunaan neraca komoditas tersebut dinilai belum siap, sehingga pengajuan impor harus melalui Sistem Nasional Neraca Komoditas atau Sinas-NK. Sistem berbasis teknologi informasi ini justru menyulitkan pengusaha dalam melakukan impor.
Padahal, neraca komoditas disebut akan menyederhanakan perizinan ekspor-impor serta menjadi dasar penerbitan persetujuan ekspor dan persetujuan impor, serta memberikan kepastian hukum dalam perizinan berusaha.
Adapun, Subandi juga mengungkapkan bahwa jika masalah ini tidak kunjung diatasi maka akhirnya perusahaan mengurangi produksi. Alhasil, terjadi pengurangan pendapatan bahkan pemutusan hubungan kerja (PHK) lantaran perusahaan tidak sanggup lagi membayar gaji.