Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kemenkeu Sebut Subsidi Mobil Listrik Pacu Industri, Mengapa Formulasi TKDN Diubah?

Pemerintah menilai subsidi yang bakal menggunakan APBN tersebut sudah tepat, mengingat diperuntukan bagi proses transformasi industri sekaligus menekan emisi.
Ilustrasi kendaraan listrik. /Freepik
Ilustrasi kendaraan listrik. /Freepik

Bisnis.com, JAKARTA- Badan Kebijakan Fiskal mengungkapkan kebijakan pemberian subsidi bagi mobil dan motor listrik merupakan langkah konsisten Indonesia memanfaatkan peluang transformasi industri sekaligus mengikis emisi.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu Febrio Nathan Kacaribu menilai subsidi yang bakal menggunakan APBN tersebut sudah tepat, mengingat diperuntukan bagi proses transformasi industri sekaligus realisasi komtimen Indonesia terhadap pengurangan emisi karbon.

“APBN itu terus mentransformasi ekonomi, peluang kita untuk memanfaatkan ke green economy. Ini kita punya komitmen tinggi soal emisi, satu sisi transformasi industri,” ungkapnya saat ditemui di Gedung DPR RI, Kamis (15/12/2022).

Dia mengungkapkan dengan populasi kendaraan listrik yang semakin besar, pemerintah bisa menghemat anggaran pengadaan Bahan Bakar Minyak (BBM). Selain itu, dengan kehadiran subsidi mobil dan motor listrik akan melecut realisasi investasi, sehingga membuka lapangan kerja baru sekaligus transformasi industri.

Karena itu, Febrio menjelaskan skema pemberian subsidi yang bakal diterapkan mensyaratkan produk-produk yang telah dibesut secara lokal. “Nanti ada ketentuan TKDN yang ada roadmap Kemenperin. PDB nya harus di Indonesia,” katanya.

Hingga kini dalam pengembangan kendaraan listrik, pemerintah juga telah menyusut peta jalan, spesifikasi, serta formulasi Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN). Aturan tersebut tercantum dalam Permenperin No. 6/2022.

“Jadi ini seperti pemberian PPnBM yang dibebaskan, itu untuk produk mobil listrik yang ikut program dengan TKDN tertentu,” tambah Febrio.

Persoalannya, formulasi TKDN sebagai cerminan besaran industrialisasi di dalam negeri telah mengalami revisi dari aturan sebelumnya Permenperin No.27/2020. Mengacu Permenperin No. 6/2022, untuk produk BEV roda empat atau lebih, dipatok mencapai TKDN 40 persen pada periode 2020-2023, 60 persen selama periode 2024-2029, dan minimum 80 persen pada 2030.

Sedangkan untuk produk roda dua dan tiga, TKDN dipatok hingga 40 persen sampai dengan 2023, serta 60 persen pada periode 2024-2025, serta minimum 80 persen dimulai pada 2026 hingga 2031.

Dalam mencapai TKDN 40 persen, pemerintah menyediakan opsi impor secara CKD bagi pabrikan. Sedangkan untuk menggapai TKDN minimum 60-80 persen, opsi yang disediakan adalah impor secara IKD.

Pada Permenperin No. 6/2022, proses perakitan mendapatkan porsi TKDN jauh lebih besar. Untuk periode 2020-2023, TKDN untuk proses perakitan yang mencakup penilaian tenaga kerja dan alat kerja diberikan porsi 20 persen.

Sedangkan pada periode 2024 dan seterusnya, bobot aspek perakitan mencapai 12 persen. Sebaliknya, pada peraturan sebelumnya, TKDN terkait aspek perakitan baik roda dua dan roda empat hanya memiliki bobot 10 persen.

Bobot TKDN terbesar adalah aspek manufaktur komponen utama berupa baterai dan drive train sebesar 55 persen, dan komponen pendukung sebanyak 15 persen. Persoalannya, pada kebijakan baru tersebut, selain mengubah bobot aspek perakitan menjadi lebih besar, juga mengurangi bobot aspek manufaktur komponen pendukung dan komponen utama.

Masing-masing memiliki bobot 10 dan 50 persen (pada 2024 dan seterusnya menjadi 58 persen). Mengikuti arah perubahan ini, pemerintah seakan meringankan bobot TKDN bagi produk impor dalam bentuk terurai lengkap (CKD) dan terurai tidak lengkap (IKD).

Contohnya, para agen pemegang merek (APM) yang sejatinya mengimpor dalam bentuk CKD sudah mengantongi 20 persen TKDN, ditambah dengan proposal riset dan pengembangan pasar yang mendapat porsi 20 persen, maka secara total produk impor tersebut pun menggenapi TKDN sebesar 40 persen.

Sejauh ini, tidak banyak produk roda empat yang memiliki TKDN selaras dengan peta jalan. Berdasarkan situs tkdn.kemenperin.go.id, PT SGMW Motor Indonesia telah mengantongi dua sertifikat TKDN untuk mobil listrik.

Keduanya tertera untuk kendaraan berbasis listrik Wuling Air ev, yang menerangkan nilai TKDN sebesar 40,4 persen yang telah diverifikasi PT Surveyor Indonesia. Sementara, Hyundai Ioniq 5 terdaftar atasnama perusahaan PT Hyundai Motor Manufacturing Indonesia juga mengantongi TKDN serupa.

Berdasarkan informasi sertifikat TKDN, Ioniq 5 memiliki nilai 49,0 persen yang telah diverifikasi PT Surveyor Indonesia. Sedangkan dari sektor roda dua berbasis listrik, tercatat baru produk PT Teco Multiguna Elektro dan PT Wika Industri Manufaktur yang mempunyai produk dengan TKDN di atas 40 persen. Teco membesut motor listrik bermerek EV Motor dengan TKDN 53,42 persen. Sedangkan Wika mempunyai Gesits dengan TKDN sebesar 46,73 persen.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Kahfi
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper