Bisnis.com, JAKARTA- Posisi Indonesia terancam Thailand dalam perlombaan merebut investasi elektrifikasi otomotif. Pasar mobil listrik di “Negeri Gajah Putih” semakin meninggalkan volume penjualan di Indonesia.
Berdasarkan data Electric Vehicle Association of Thailand (EVAT), penjualan mobil listrik di Thailand yang meliputi teknologi BEV, HEV, dan PHEV mencapai 41.516 unit. Jumlah itu didominasi oleh segmen Hybrid Electric Vehicle (HEV).
Penjualan Volume penjualan segmen HEV di Thailand yang jauh lebih tinggi dari segmen Battery Electric Vehicle (BEV) maupun Plug-in Hybrid Electric Vehicle (PHEV).
Penjualan mobil listrik HEV sepanjang Semester I/2022 mencapai 32.527 unit. Sedangkan, mobil listrik segmen BEV terjual sebanyak 3.042 unit dan PHEV sebanyak 5.947 unit.
Secara kumulatif, penjualan mobil listrik segmen HEV di Thailand mencapai 220.113 unit hingga semester I/2022, naik 16,4 persen secara year on year (yoy) dibandingkan periode sama di tahun sebelumnya sebanyak 196.582 unit.
Saat bersamaan, jumlah kumulatif BEV sebanyak 7.173 unit, sedangkan untuk PHEV terjual lebih banyak yakni 37.075 unit. Jumlah volume penjualan BEV dan PHEV tersebut jauh tertinggal dibanding segmen HEV.
Baca Juga
Sebagai informasi, Thailand memiliki infrastruktur yang memadai untuk menunjang masyarakat yang memiliki kendaraan listrik. Hal itu terlihat dari jumlah stasiun pengisian daya kendaraan listrik di Thailand yang mencapai 855 titik.
Bertolak fakta demikian, pelaku industri semakin mengkhawatirkan daya tarik Indonesia sebagai salah satu hub produksi mobil ASEAN. Pasalnya, “Negeri Garuda” yang mempunyai ujung tombak model produk mobil penumpang middle-low segmen seakan dipaksa melakukan lompatan besar dengan memprioritaskan model BEV.
Sebagaimana diungkapkan Direktur Eksternal Affairs PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) Bob Azam, kondisi faktual industri otomotif Indonesia tidak berbeda jauh dengan Thailand. Hanya saja, dalam menghadapi era elektrifikasi, pesaing terdekat Indonesia itu menempuh rute bertahap dengan lebih dulu mempopulerkan model produk HEV.
“Terbukti di sana, berkat kehadiran HEV yang sangat besar populasinya, pasar mobil listrik bisa terdongkrak lebih besar,” ungkapnya, Rabu (19/10/2022).
Berkat banjir model HEV, ekosistem mobil listrik pun perlahan terbentuk. “Terutama soal baterai, dengan HEV yang meretas pasar bisa membentuk skala ekonomi produksi dan recycle,” katanya.
Lebih jauh, dengan kehadiran ekosistem baterai yang sudah mumpuni menciptakan skala efisiensi bagi konsumen dalam hal penggantian baterai. “Mereka sudah bisa mendapatkan baterai second grade, jadi konsumen tidak khawatir,” kata Bob.
Buat Indonesia, peran model produk HEV bisa sangat besar guna memperkuat ekosistem kendaraan listrik. “Kalau sejauh ini, perjalanan di negara lain, BEV besar melalui serapan transportasi publik dan segmen premium yang tak lagi terganggu persoalan harga yang sangat mahal,” simpulnya.
Sebaliknya, karakter pasar Indonesia masih didominasi segmen menengah dan bawah, dengan rentang harga Rp150 juta-Rp300 juta. “BEV mengakomodir kelas atas, sedangkan HEV bisa di bawahnya. Jadi seluruh kelas konsumen ikut berkontribusi mengikis emisi sesuai kebutuhan dan kemampuannya,” tukas Bob.