Bisnis.com, JAKARTA- Indonesia Battery Corporation atau IBC menargetkan pembangunan pabrik baterai mobil listrik kelar pada periode 2025/2026. IBC merupakan kendaraan dari induk usaha tambang pelat merah MIND ID yang bekerja sama dengan dua raksasa produsen baterai global, PT Ningbo Contemporary Brunp Lygend Co. Ltd. (CBL) asal China dan LG Energy Solution asal Korea Selatan (Korsel).
Kerja sama itu memiliki komitmen investasi senilai US$15 miliar yang bakal dikucurkan untuk pengembangan ekosistem baterai kendaraan listrik di Tanah Air. Namun hingga kini, megaproyek tersebut masih mengalami kendala terkait impor material hingga perizinan pertambangan.
Sebaliknya, IBC mengungkapkan tetap optimistis bisa merampungkan proyek yang ditarget kelar hingga tiga tahun mendatang. “Pabrik baterai IBC bersama mitra-mitra IBC rencananya akan selesai ditahun 2025/2026,” ungkap Sekretaris Perusahaan IBC Muhammad Sabik kepada Bisnis, Selasa (27/9/2022).
Bersama dua mitra luar tersebut, IBC akan membangun pabrik berkapasitas sebesar 10 GWh dan 15 GWh. “Adapun untuk lokasinya berada di beberapa tempat,” tambah Sabik.
Sebelumnya, MIND ID membeberkan 20% bahan baku untuk pengembangan industri baterai kendaraan listrik dalam negeri masih bergantung pada impor.
Direktur Hubungan Kelembagaan MIND ID Dany Amrul Ichdan mengatakan bahwa 20% porsi bahan baku baterai kendaraan listrik itu tidak dapat dipenuhi oleh pertambangan mineral logam domestik.
Baca Juga
Kendati demikian, Dany memastikan, bahan baku utama berupa nikel relatif tersedia dengan jumlah cukup untuk menopang inisiatif industri kendaraan listrik di dalam negeri.
“Nikel ini dimiliki oleh Antam, reserved cukup banyak, dan IBC ini ditargetkan berdasarkan milestone menjadi market leader di Asia Tenggara,” kata Danny saat rapat dengar pendapat dengan Komisi VII DPR, Jakarta, Senin (19/9).
Hanya saja, Danny menggarisbawahi sejumlah bahan baku utama lainnya, seperti lithium hydroxide dengan kebutuhan sekitar 70.000 ton per tahun masih diimpor dari China, Australia, hingga Chile. Adapun, proses pemurnian sekaligus pengolahan dua komoditas mineral logam itu ada di China.
Selain itu, graphite sebagai salah satu bahan baku pembentuk baterai kendaraan listrik juga masih diimpor dari China, Brasil, dan Mozambik dengan volume mencapai 44.000 per tahun.
Beberapa mineral logam lain yang ikut diimpor, antara lain mangan sulphate dan cobalt sulphate yang pembeliannya masing-masing 12.000 per tahun.