Bisnis.com, JAKARTA – Analis Kebijakan Madya Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Miftahudin mengatakan bahwa ada beberapa faktor yang membuat peralihan menggunakan mobil listrik terhambat.
Padahal, dia menyebut konsumen tak masalah beralih ke mobil listrik jika memang bisa mengurangi biaya energi. Hal tersebut berdasarkan riset yang dilakukan Pike Research pada 2009 melaporkan bahwa dua dari tiga konsumen bahkan tak segan membayar lebih apabila mobil listrik lebih hemat. Itu sebabnya edukasi konsumen jadi salah satu hambatan.
“Konsumen masih menganggap mobil listrik khususnya di Indonesia masih banyak kekuarangan. Di antaranya adalah sebaran listrik di Indonesia belum merata. Di Jawa surplus, tapi di beberapa pulau ada yang tidak stabil,” kata Miftahudin pada diskusi di Jakarta, Kamis (28/7/2022).
Miftahudin menjelaskan bahwa tantangan selanjutnya adalah harga mobil listrik yang tidak terjangkau. Harganya yang selangit membuat mobil tersebut hanya bisa dimiliki 5 persen dari penduduk Indonesia.
Lalu, masih terbatasnya stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU). Investasinya, tambah Miftahudin, tidak semasif pada industri kendaraan listrik.
“Karena biaya pembuatan 1 SPKLU lumayan mahal. Paling tidak butuh Rp1 miliar. Rp1 miliar kalau konsumen hanya ada 1.000 kendaraan, tentu tidak balik modal dalam jangka waktu yang masuk akal,” ujarnya.
Hambatan terakhir adalah evolusi teknologi kendaraan listrik. Miftahudin menerangkan bahwa teknologi dari baterai, tempat pengecasan, hingga motornya berbeda-beda.
“Kita harus berhati-hati ketika memilih satu teknologi yang paling pas di Indonesia. Itu bukan perkara yang mudah apakah kita akan membuat model dari perusahaan A atau dari perusahaan B,” ungkapnya.