Bisnis.com, JAKARTA – Pengamat otomotif dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Yannes Martinus Pasaribu menilai positif keputusan DKI Jkaarta untuk melakukan uji emisi bagi kendaraan roda dua maupun roda empat.
Seperti diketahui, beleid itu telah diterbitkan pada tahun lalu dan mulai berlaku bulan ini. Mobil dan motor yang dinyatakan tidak lulus uji emisi nantinya akan dikenakan sanksi tilang. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berencana menerapkan peraturan tersebut mulai pada 13 November 2021.
Ia mengatakan tingkat emisi karbon monoksida, nitrogen oksida, dan hidrokarbon dapat menyebabkan kerusakan jaringan paru-paru dan memperparah penyakit pernapasan, seperti asma dan berbagai penyakit ISPA lainnya.
Alhasil, pencemaran tersebut juga berkontribusi terhadap terbentuknya hujan asam. Polusi tersebut mengeluarkan gas rumah kaca yang menyebabkan terperangkap di atmosfer kita menyebabkan pemanasan global.
"Kendaraan pemakai BBM jelas menjadi salah satu penyumbang signifikan dalam hal ini, " ujar Yannes ketika dihubungi, Kamis (4/11/2021)
Yannes pun menyampaikan secara teoritis dan berdasarkan riset USA pertama, emisi transportasi menyumbang sekitar 30 persen dari total emisi. Kedua, pembangkit listrik yang menggunakan batubara dan diesel menyumbang sekitar 25 persen dari total emisi.
Baca Juga
Ketiga, industri menyumbang sekitar 23 persen dari total emisi, keempat yaitu aktivitas komersial dan perumahan menyumbang sekitar 13 persen dari total emisi, dan kelima pertanian menyumbang sekitar 10 persen dari total emisi.
"Keenam, tata guna lahan dan kehutanan menyumbang sekitar 12 persen dari total emisi, " jelas Yannes.
Jika pemerintah ingin menyelesaikan permasalahan polusi, maka ia mengemukakan pemerintah perlu menata ulang enam poin diatas secara serentak, konsisten, terstruktur, dan terprogram.
"Tidak bagus kalau hanya dilaksanakan secara parsial dan tidak ada kontinuitas. Lalu menggunakan standar ganda untuk keenam poin di atas yang kemudian ditambahkan dengan berbagai jawaban normatif yang tidak solutif," tambahnya.
Meskipun dinilai positif, ia juga menyoroti program uji emisi yang tidak didahului oleh sosialisasi yang masif serta persuasif terhadap masyarakat.
"Contohnya dapat kita lihat pada PLN yang masih menggunakan menggunakan batu bara sebagai energi pembangkit gensetnya dan tidak terdengar seperti apa solusi konkrit penyelesaiannya, " imbuhnya.
Yannes pun kembali menjelaskan kebijakan wajib uji emisi untuk kendaraan diatas umur 3 tahun berpotensi untuk menekan jumlah kendaraan yang lalu lalang di tengah kota, serta memaksa produsen mesin untuk menyetop produksi motor dengan kadar polusi yang tidak sesuai aturan tersebut untuk dipergunakan oleh industri otomotif.
"Kebijakan ini pun akan mengurangi mobilitas masyarakat yang berarti berpotensi mengurangi pertumbuhan ekonomi masyarakat. Serta akan munculnya potensi praktek-praktek tidak transparan jika masyarakat tidak mendapatkan akses terhadap validitas semua parameter uji," jelasnya
Kebijakan ini pun akan dapat menumbuhkan banyak bisnis baru servis, tune up mesin, dan pemasangan catalytic converter dimana bertujuan untuk mematuhi dengan parameter uji emisi yang ditetapkan.