Bisnis.com, JAKARTA- Pertemuan tingkat tinggi tentang perubahan iklim (COP26) di Glasgow, Skotlandia pada 1-2 November kian memantapkan komitmen negara-negara di dunia untuk menekan emisi karbon dan menahan laju pemanasan global. Komitmen tersebut tentunya tidak saja melibatkan peran negara dan pemerintah, melainkan pula sektor swasta maupun industri.
Pada pertemuan COP26 yang baru selesai dilangsungkan itu, para pemimpin negara, ilmuwan, dan jajaran petinggi bisnis global telah sepakat merancang langkah terfokus untuk mendanai dan merealisasikan target pengurangan emisi karbon. Mereka sepakat mewujudkan komitmen menjaga batas kenaikan suhu bumi 1,5 derajat celcius pada 2030.
Dalam forum tersebut, Indonesia memainkan peran penting, selain berperan mengurangi angka deforestasi, negeri ini juga melakukan berbagai upaya transisi energi untuk mengerem emisi karbon. Bahkan, Indonesia dinilai berani untuk menargetkan nol emisi karbon pada 2060.
Selain itu, Indonesia memiliki target mengerem emisi karbon sebesar 29% dari BAU pada 2030, dan 41% dari BAU dengan dukungan internasional. Berbagai upaya pun telah dirancang guna mengejar target tersebut yang menyasar berbagai sektor penyumbang emisi karbon, mulai dari sektor energi (pembangkit listrik), sektor transportasi, sektor manufaktur, dan sektor kehutanan.
Sejalan dengan langkah strategis tersebut, pemerintah pun telah memformulasikan kebijakan pajak karbon (carbon tax) yang berlaku pada 1 April 2022. Kebijakan penetapan Nilai Ekonomi Karbon (NEK/carbon pricing) serta pajak karbon dinilai akan efektif menekan emisi sehingga Indonesia mampu menggapai target National Determined Contribution (NDC).
Arah kebijakan itupun disambut positif Toyota Indonesia sebagai salah satu pelaku industri sektor transportasi/otomotif yang memainkan peran signifikan dalam upaya mengikis emisi karbon. Sejatinya, strategi dan upaya mengerem emisi karbon oleh manufaktur otomotif tidak saja mencakup produk dan teknologinya, melainkan pula secara menyeluruh mulai dari rangkaian input, proses manufaktur, hingga output produk.
Toyota Indonesia telah memulai langkah menekan emisi karbon jauh sebelum kebijakan NEK dan pajak kabron diberlakukan, mencakup proses sejak hulu produksi hingga terhadap rancangan teknologi produk. Karena itu, dengan munculnya kebijakan terkait karbon, otomatis hal itpun disambut positif Toyota Indonesia.
“Toyota menyambut baik upaya Pemerintah Indonesia dalam mengakselerasi kehadiran kendaraan-kendaraan yang ramah lingkungan. Kami sangat mengapresiasi keseriusan Pemerintah memperhatikan kemajuan teknologi kendaraan termasuk kendaraan elektrifikasi, dalam upaya bersama menjaga lingkungan untuk masa depan kehidupan yang lebih baik. Karena itu, pada dasarnya Toyota memiliki pemahaman yang sama dengan Pemerintah terkait dengan tujuan kehadiran regulasi CO2 Tax,” kata President Director PT Toyota-Astra Motor, Susumu Matsuda, dikutip dari siaran pers pada Kamis (4/11/2021).
Di lain sisi, Toyota Indonesia secara aktif ikut berkontribusi pada penurunan emisi dengan mempopulerkan penggunaan kendaraan elektrifikasi sebagai sarana mobilitas masyarakat. Tercatat sejak 2009, Toyota Indonesia telah memasarkan produk elektrik.
Hingga kuartal III/2021, produk elektrik merek Toyota dan Lexus telah dilego lebih dari 5.000 unit kendaraan. Bahkan, secara total melalui kendaraan elektrifikasi, Toyota Indonesia sudah menyumbang potensi penurunan kadar CO2 hingga mencapai 300.000 g/Km apabila dibandingkan dengan penjualan yang sama dari model konvensional.
Potensi pencapain penurunan emisi ini sama dengan mengurangi emisi dari 2.000 unit kendaraan konvensional dengan kadar emisi di level 150g/Km. Lebih jauh, jika mengacu bahwa mobil elektrifikasi buatan Toyota Indonesia itu telah menempuh jarak 50.000 km, maka secara total terdapat penurunan kadar CO2 sebesar 15.000 ton.
“Keinginan kami yang utama adalah sejalan dengan pemerintah ikut berkontribusi pada penurunan emisi. Salah satunya adalah engan mempopulerkan penggunaan kendaraan ramah lingkungan, baik elektrfikasi maupun konvensional yang semakin kesini juga semakin baik emisinya,” kata Marketing Director Anton Jimmy.
Secara global saat ini, Toyota memiliki 55 line-up kendaraan elektrifikasi mulai yang terdiri dari kendaraan berteknologi HEV, PHEV, BEV, maupun FCEV dengan total penjualan lebih dari 2 juta unit setiap tahunnya dan telah mengurangi total kumulatif emisi karbon sebesar 140 juta ton dalam waktu lebih dari 20 tahun. Pada tahun 2030, Toyota menargetkan penjualan lebih dari 30 juta unit lebih kendaraan elektrifikasi dengan penjualan tahunan sebesar 5,5 juta di seluruh dunia.
Di Indonesia, TAM pertama kali menghadirkan kendaraan elektrifikasi HEV melalui Toyota Prius Hybrid pada 2009 dan Lexus LS600h pada 2010. Hingga saat ini, Toyota Indonesia telah memiliki 10 model kendaraan elektrifikasi mulai dari HEV, PHEV, hingga BEV.