Bisnis.com, JAKARTA - Tingkat polusi udara di Indonesia sudah mengkhawatirkan. Bahkan di beberapa kota telah masuk level tidak sehat. Percepatan program kendaraan listrik makin penting.
Berdasarkan data 2019 World Air Quality Report : Region & City PM2.5 Ranking yang dirilis IQAir, Indonesia berada pada peringkat enam negara dengan polusi udara paling berbahaya. Indonesia tercatat memiliki PM2.5 di level 51.1 atau berperingkat "Unhealty".
PM2.5 adalah polutan yang secara luas dianggap paling berbahaya bagi kesehatan manusia. PM2.5 didefinisikan sebagai partikel udara ambien berukuran hingga 2,5 mikron.
Ukuran mikroskopisnya memungkinkan partikel memasuki aliran darah melalui sistem pernapasan dan melakukan perjalanan ke seluruh tubuh, menyebabkan efek kesehatan luas, termasuk asma, kanker paru-paru, dan penyakit jantung. Polusi udara juga dikaitkan dengan berat badan lahir rendah, peningkatan infeksi saluran pernapasan akut, dan stroke.
Sementara itu, Jakarta menempati urutan ke-5 sebagai ibu kota paling tercemar di Asia Tenggara pada 2019, dan ke-5 paling tercemar ibu kota dalam laporan global ini (naik dari posisi ke-10 pada 2018).
Di antara kota di Indonesia, ada yang lebih parah dari Jakarta, yakni Pekanbaru dan Pontianak. Bahkan, Tangerang Selatan dan Bekasi masuk kategori "Unhealty".
Baca Juga
Adapun Talawi dan Surabaya masih lebih baik dari Jakarta, meski masuk kategori "Unhealty for Sensitive Group".
Julius C Adiatma, Clean Energy Specialist & Idoan Marciano, Energy and Electric Vehicles Technology Specialist, Institute for Essential Services Reform (IESR), mengatakan berdasarkan sejumlah studi polusi udara, untuk konteks Indonesia, sektor transportasi berkontribusi sangat signifikan, mencapai sekitar 70-80 persen dari polusi udara di daerah perkotaan.
"Ini sudah sangat mengkhawatirkan. Kualitas udara yang buruk ini mengakibatkan berkurangnya rata-rata usia harapan hidup 1,2 tahun," ujarnya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Minggu (30/8/2020).
Menurut Julius, kualitas bahan bakar di Indonesia sangat tidak baik. Beberapa di antaranya bahkan memiliki kandungan sulfur sangat tinggi yang sangat polutif dan membahayakan kesehatan.
Sampai saat ini, yang memenuhi standar Euro 4 seperti dipersyaratkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), hanya jenis bahan bakar minyak Pertamax Turbo yang diproduksi dan dipasarkan Pertamina.
“Bahkan, bahan bakar sekelas solar Pertamina Dex itupun kandungan sulfurnya baru setara dengan Euro 2, begitu juga dengan Pertamax. Untuk premium dan solar, seharusnya sudah tidak dijual lagi,” katanya.
Kendaraan Listrik
Untuk mengatasi masalah tersebut, penggunaan kendaraan listrik dinilai merupakan solusi jitu untuk mengurangi dampak polusi yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor berbahan bakar fosil, mengingat sektor transportasi darat memberikan kontribusi signifikan terhadap kualitas udara di perkotaan, sebut Institute for Essential Services Reform (IESR).
Kendaraan listrik, menurut Julius C Adiatma, tidak akan menghasilkan polusi udara, sehingga sangat cocok untuk digunakan di daerah perkotaan di Indonesia.
Julius menilai komitmen dan keinginan pemerintah untuk menciptakan udara bersih sudah ada, yang paling menonjol adalah dengan diterbitkannya Perpres No. 55/2019 yang memberikan landasan hukum bagi pengembangan kendaraan listrik, sekalipun peraturan turunan dari perpres tersebut masih terbatas.
Memang sudah ada sejumlah aturan lain yang mendukung, misalnya ketentuan mengenai pemotongan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM). “Tapi aturan ini baru berlaku mulai 2021,” ujarnya.
Selain itu, ada permendagri tentang pengurangan pajak kendaraan bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) untuk kendaraan listrik, namun keduanya juga masih membutuhkan peraturan implementasi dari Pemda.
“Untuk pemotongan BBNKB, Sejauh ini baru diterapkan di Jakarta dan Bali. "Jadi, biarpun wacana mengenai kendaraan listrik ini sudah didengungkan sejak tahun lalu, sampai saat ini belum ada peraturan yang implementatif," katanya.
Selain itu, faktor kesiapan infrastruktur pengisian daya listrik juga harus mendapat perhatian dari pemerintah. Terbaru, Menteri ESDM menerbitkan Peraturan Nomor 13 Tahun 2020 Tentang Penyediaan Infrastruktur Pengisian Listrik untuk Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai.
Permen tersebut terdiri atas 8 bab yang membahas mengenai infrastruktur SPBKLU dan SPKLU, badan usaha SPBKLU dan SPKLU, proses perizinan SPKLU, skema usaha, kodefikasi nomor identitas, tarif tenaga listrik SPBKLU dan SPKLU, fasilitas keringanan badan usaha SPBKLU dan SPKLU, serta keselamatan ketenagalistrikan SPBKLU dan SPKLU.
Sesuai dengan permen tersebut, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) membuka peluang bagi badan usaha swasta untuk menyediakan infrastruktur kendaraan berbasis listrik.
“Menurut saya, kalau hanya melihat dari rencana PLN saja, sangat tidak mencukupi untuk bisa mencapai target penjualan kendaraan listrik sebesar 20 persen pada 2025,” katanya.
Dia mengatakan lembaganya menghitung bahwa idealnya pada 2025 sudah tersedia sedikitnya 100.000 unit stasiun pengisian daya listrik umum (SPLU) di seluruh Indonesia.
Julius juga mengingatkan perlunya untuk mulai mengatur standar efisiensi kendaraan bermotor, karena sampai sekarang Indonesia belum punya standar seperti itu, sementara sebagian besar negara lain sudah menerapkan itu.
Bisa juga ditambah dengan labeling efisiensi kendaraan, supaya pembeli juga bisa memilih kendaraan yang lebih efisien. “Sebab, di Rencana Umum Energi Nasional atau RUEN juga sudah ada mandat untuk menyusun aturan itu,” katanya.
Dengan demikian, laju program elektrifikasi kendaraan bermotor di Indonesia makin kencang dan polusi udara pun akan semakin berkurang. Selain bahan bakar fosil dihemat, kendaraan listrik juga akan membuat masyarakat hidup sehat.