Bisnis.com, JAKARTA – Pelarian mantan CEO Nissan dan Renault Carlos Ghosn dari Jepang ke Libanon diduga dimulai dengan menunggangi Shinkansen dari Tokyo menuju Osaka yang kemungkinan ditemani beberapa orang dekatnya.
Dikutip dari Reuters, Selasa (7/1/2019), skenario tersebut pertama kali dilaporkan oleh agensi berita Jepang Kyodo pada Senin (6/1/2020). Hal ini terungkap dari rekaman kamera pengawas di rumah Ghosn dan Stasiun Shinagawa, Tokyo.
Berdasarkan gambar dari kamera pengawas, Ghosn terungkap pertama kali meninggalkan rumahnya pada 26 Desember 2019, pukul 14.30 waktu setempat. Beberapa jam kemudian dia tiba di Stasiun Shinagawa, Tokyo untuk menunggangi kereta menuju Stasiun Shin, Osaka.
Pria tersebut kemudian didapati menuju hotel di dekat Bandara Internasional Kansai, Osaka setelah sampai di kota itu. Tak lama kemudian dia meninggalkan Jepang menggunakan pewasat pribadi pada pukul 23.10 waktu setempat.
Ghosn yang tengah menjalani proses peradilan terkait kasus finansial di Nissan sebenarnya dilarang untuk meninggalkan Jepang. Pria ini membela diri dengan mengatakan bahwa bahwa pelariannya adalah upaya untuk menghindari sistem peradilan yang curang.
Kini, Jaksa menyatakan akan berkolaborasi dengan Kepolisian Jepang untuk mencari tahu siapa yang sebenarnya terlibat dalam pelarian diri Ghosn ke Libanon.
Pada Senin (6/1/2020), Pemerintah Jepang menyatakan masih berupaya meminta Libanon memulangkan Ghosn. Namun demikian, Jepang dan Libanon diketahui tidak memiliki perjanjian kerja sama ekstradisi.
Menteri Kehakiman Jepang Masako Mori mengatakan pihaknya dapat meminta ekstradisi tersangka dari negara yang tidak memiliki perjanjian ekstradisi formal. Permintaan ini akan dilakukan dengan berhati-hati karena akan melibatkan jaminan timbal balik dan hukum di negara mitra.
Mori belum dapat menjelaskan jaminan timbal balik yang akan diberikan kepada Libanon untuk upaya tersebut. Dia menjelaskan saat ini tidak ada warga Libanon lainnya di Jepang yang ingin dipulangkan oleh negara Timur Tengah tersebut.
Dia juga menampik tuduhan Ghosn yang mengatakan sistem peradilan Jepang curang dan diskriminatif. Menurutnya, pelarian Ghosn tetap merupakan pelanggaran hukum serius dan tidak dapat dikaitkan dengan kondisi peradilan di negera tersebut.
“Sistem peradilan Jepang dan pelarian diri yang tidak adil ini adalah dua hal yang berbeda. Pergi dari Jepang tanpa melalui prosedur yang seharusnya sama dengan penyelundupan, upaya ilegal yang sama dengan tindakan kriminal,” katanya.
Sementara itu, Pemerintah Libanon menyatakan belum mendapatkan permintaan resmi dari Interpol untuk menangkap Ghosn. Pemerintah Libanon juga menyatakan tak akan mengambil tindakan apapun sebelum ada permintaan tersebut.
Sebelumnya, dikabarkan bahwa Interpol telah mengumumkan status red notice untuk Ghosn pada pekan lalu. Namun, diduga Jepang langsung meminta hal tersebut tanpa melewati prosedur administratif dengan menyurati kantor pusat Interpol di Lyon, Prancis secara langsung.