Bisnis.com, JAKARTA -- Paris Motor Show 2018 membuat torehan sejarah baru. David Beckham, pesepakbola veteran asal Inggris, ikut serta dalam sebuah jumpa pers.
Dia tak mewakili klub di mana tempatnya bernaung ataupun berlaku sebagai duta bagi negaranya. Bahkan, Beckham tidak berada di sisi merek mobil keren seperti Rolls Royce ataupun Bentley yang diproduksi negaranya.
Beckham justru hadir untuk memperkenalkan wajah baru, sedan LUX A2.0 dan SUV LUX SA2.0. Keduanya dibidani produsen otomotif anyar asal Vietnam, VinFast.
Legenda hidup Manchester United (MU) itu didapuk jadi duta VinFast yang memperkenalkan “jabang bayi” di salah satu pameran otomotif global ternama, Oktober 2018.
David Beckham (kanan) berfoto bersama VinFast Lux SA2.0 di Paris Motor Show 2018./Reuters-Regis Duvignau
Baca Juga
“Vietnam adalah negara yang sangat indah dan saya dapat melihat bagaimana tim desain VinFast dapat membawa keindahan itu hidup dalam barisan mobil-mobil baru yang menakjubkan ini,” puji Beckham.
Perkenalan pada ajang global dan dikawal nama besar Beckham sebagai duta merek tentu mengisyaratkan VinFast serius terjun ke dalam industri otomotif. Saat ini, industri otomotif hampir serupa dengan industri berteknologi lainnya, seakan monopoli negara maju selayaknya Uni Eropa (UE), AS, maupun Jepang dan Korea.
"Pada acara Paris, ambisi kami adalah untuk membangun Vietnam di peta industri otomotif internasional," kata CEO VinFast James DeLuca.
Kemunculan VinFast cukup mengejutkan. Bayangkan, dalam tempo setahun, VinFast membangun purwarupa produk yang dipajang di Paris Motor Show itu.
Di balik semua itu, VinFast bekerja ekstra. Kemitraan kolaboratif adalah inti dari strategi perusahaan tersebut untuk mengembangkan dua mobil kelas dunia dengan standar kualitas internasional.
Meski pengembangan itu terkesan supercepat, VinFast dengan menggandeng banyak pihak telah menampilkan sedan LUX A2.0 dan SUV LUX SA2.0 yang berpenampilan menawan, tak inferior dengan merek senior.
Rencana Matang
Pada pameran di Paris akhir tahun lalu, VinFast berjanji mengaspalkan produknya pada pertengahan tahun ini sebagai realisasi dari sebuah rencana yang matang. Janji itu akhirnya terbukti.
Pada Senin (17/6/2019), VinFast telah mengapalkan produk anyar kepada para konsumen. Perusahaan mengklaim telah mengantongi pesanan sebanyak 10.000 unit mobil berjenis sedan dan Sport Utility Vehicle (SUV).
Seorang pekerja sedang merakit mobil di pabrik VinFast di Hai Phong, Vietnam, Jumat (14/6/2019)./Reuters-Kham
"Mobil Vietnam pertama secara resmi akan mengaspal di jalan-jalan Vietnam," ujar Direktur Vingroup Nguyen Viet Quanghe, seperti dilansir Reuters.
Walau dikesankan sebagai “bayi ajaib”, VinFast sebenarnya mencitrakan sosok di belakang layar. Sosok itu tak lain, Pham Nhat Vuong, pemilik kerajaan bisnis Vingroup.
Pada 2017, kepada Forbes, Pham telah mengutarakan niat melahirkan VinFast. Dia telah menyiapkan fasilitas produksi di Hai Phong, kota pelabuhan dekat Hanoi, dengan kapasitas produksi mencapai 500.000 unit per tahun pada 2025.
Tak tanggung-tanggung, di atas lahan 355 hektare (ha), Pham mendirikan 5 pabrik terintegrasi buat VinFast. Sesuai penuturannya, perkiraan investasi itu mencapai US$1,5 miliar, di mana sekitar US$800 juta merupakan pinjaman dari Credit Suisse.
"Kami memiliki gairah untuk membangun merek mobil Vietnam yang dapat bersaing di pasar dunia. Kami juga ingin mengembangkan industri yang dapat [membantu] industri lain di Vietnam," ucapnya.
VinFast melirik gemuknya pasar otomotif Vietnam. Rasio kepemilikan mobil terbilang masih rendah, hanya 23 kendaraan per 1.000 orang.
Sementara itu, di Thailand, rasionya adalah 204 kendaraan. Di negara-negara maju lainnya, rasionya bahkan mencapai 400 kendaraan.
Bertolak dari gelontoran investasi jumbo serta pengembangan pabrik kelas dunia, VinFast seakan menatap pasar lebih besar, regional Asia Tenggara maupun global. Hasrat itu ditonjolkan melalui penampilan debut di pameran dunia di Paris dan Jenewa.
Pabrik VinFast digadang-gadang telah mengadopsi teknologi tercanggih saat ini, memenuhi syarat Industri 4.0, dengan pengumpulan data dan sistem manajemen, sensor yang saling berhubungan, serta server cloud yang dipasok oleh Siemens dan SAP.
Teknologi ini akan membantu VinFast terus meningkatkan efisiensi, produktivitas, dan kualitas di semua bidang produksi. Ada pula stamping shop seluas 50.000 meter persegi berisi proses produksi dan teknologi yang disediakan oleh Schuler dari Jerman.
Belum lagi jika menengok kemegahan fasilitas Bodyshop yang bekerja secara otomatis penuh, seluas 100.000 meter persegi, akan menjadi yang paling modern di Asia Tenggara. Fasilitas ini dirancang FFT, EBZ, serta Hirotec, dan dengan lebih dari 1.200 robot yang diproduksi oleh ABB.
Buah Doi Moi?
Pada era 1950-1970, Vietnam dilanda perang. Ekonominya luluh lantak.
Setelah datang perdamaian, Partai Komunis, yang merupakan partai nasional, berpikir keras untuk membangkitkan perekonomian sekaligus mendongkrak kesejahteraan rakyat.
Pintu masuk pabrik Vinfast di Hai Phong, Vietnam, Selasa (25/9/2018)./Reuters-Kham
Maka, pada 1986, dalam sebuah Kongres Partai muncul sebundel strategi pembangunan ekonomi yang tak lazim jika merujuk teori Marxisme. Doi Moi, yang berarti pembaharuan, diperkenalkan.
Boleh jadi, Doi Moi merupakan konsep yang belakangan akrab disebut sebagai ekonomi pasar sosialis. Kebijakan serupa yang juga dijalankan Deng Xiao Ping di China pascakegagalan “Lompatan Jauh” ala Mao Ze Dong.
Singkatnya, Vietnam yang berideologi komunis tak mengharamkan sepenuhnya aktivitas kapital swasta, bahkan asing. Hal ini serupa kebijakan China era Deng yang dilanjutkan Ziang Zemin hingga sekarang.
Lewat kebijakan Doi Moi, Vietnam mendorong swasta membangun industrialisasi di negeri tersebut. Negeri itu pun terbuka terhadap aliran dana dari luar negeri.
Vietnam mendekati negara-negara kapitalis Eropa. Bahkan, Jepang, Korea Selatan, dan Singapura juga diundang masuk. Perizinan investasi terbilang singkat dan ringkas, izin hanya diperlukan hingga tingkat Gubernur.
Kawasan-kawasan industri tercipta. Beragam insentif digelontorkan bagi investor manapun yang mau mengembangkan industri di Vietnam. Sejak saat itu, perekonomian negara yang sempat terbelah antara Utara dan Selatan melesat cepat.
Pada era berlangsungnya Doi Moi inilah Pham Nhat Vuong besar. Dia merupakan generasi korban perang saudara yang menyaksikan kehancuran kehidupan sosial dan ekonomi Vietnam.
Peran Pham
Pham Nhat Vuong. Pham dalam bahasa lokal berarti kemakmuran. Sosok ini sekarang dikesankan sebagai Donald Trump ala Vietnam.
Dia adalah seorang yang secara perdana meraih predikat sebagai miliuner Vietnam. Dalam sejarah negara yang hingga kini beraliran komunis itu, Pham dikabarkan Forbes, tercatat sebagai orang terkaya dengan total aset mencapai US$1,5 miliar.
Kerajaan bisnisnya bernama Vingroup. Grup bisnis yang memiliki gurita properti dan salah satu perusahaan terbuka paling top di Vietnam.
Pham seolah merupakan garda depan bagi perubahan perekonomian Vietnam. Bayangan pengelolaan bisnis di negara komunis yang seluruhnya dikuasai pemerintah, dengan tradisi korupsi serta ancaman inflasi, merupakan kisah lama Vietnam.
Chairman Vingroup Pham Nhat Vuong (kanan) menjelaskan perakitan mobil di pabrik VinFast kepada Perdana Menteri (PM) Vietnam Nguyen Xuan Phuc (tengah) dan rombongan di sela-sela acara pembukaan pabrik tersebut di Hai Phong, Vietnam, Jumat (14/6/2019)./Reuters-Kham
Vingroup, dan tentunya Pham, wajah lain Vietnam. Dia menggambarkan kesuksesan akrobat kapital serta semangat individualisme yang tinggi.
Dia lahir di Hanoi pada 1968, di tengah kecamuk perang periode antara Utara dan Selatan yang berkecamuk hingga 1975. Ayahnya merupakan prajurit Vietnam Utara dan kehidupan keluarga ditopang jualan teh pinggir jalan sang ibu.
"Mimpi saya pada saat itu tidak besar, aku hanya ingin menghidupi keluargaku," kenang Pham, dilansir dari Forbes.
Pham adalah jebolan Moscow Geological Prospecting Institute. Dia lulus pada 1993, kemudian menikah serta menetap sementara di Ukraina.
Pada era itu, Uni Soviet telah runtuh. Adapun Vietnam perlahan menjalankan Doi Moi.
Secara perlahan, Pham membangun bisnis kecil di perantauan, mulai dari berdagang mie khas Vietnam di pinggiran jalan hingga berhasil mendirikan pabrik mie. Di perantauan itulah, awal mula lahirnya Vingroup.
Memasuki milenium baru, Pham terpanggil untuk kembali. Saat itu, Vietnam merupakan salah satu negara Asia Tenggara yang lolos dari lubang krisis 1997.
Saat lawatan tersebut, Pham melirik adanya potensi ekonomi di sekitar kota pantai Nha Trang. Di sanalah secara perdana, Vingroup meletakan batu pertama usaha properti dan Pham menyulap pantai perawan sebagai resor mewah yang laris.
Usaha properti Vingroup sekarang merambah ke mana-mana. Namun, hingga sekarang, Pham tetap dikenal sebagai pribadi bersahaja, kemajuan usaha miliknya pun jarang dikaitkan dengan hubungan nepotisme lingkaran kekuasaan Vietnam.
Pekerja berjalan di depan deretan mobil Esemka di pabriknya di Sambi, Boyolali, Jawa Tengah, Senin (22/10/2018)./ANTARA-Aloysius Jarot Nugroho
Esemka
Mimpi memiliki mobil nasional juga sudah lama ada di Indonesia. Setelah Timor "hilang", asa kembali muncul lewat proyek Esemka.
Proyek Esemka juga sebenarnya sempat tenggelam selama beberapa waktu sebelum kemudian muncul lagi pada awal 2019. Berdasarkan berita Bisnis pada Rabu (8/5), mobil Esemka diketahui telah tercatat dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 14 Tahun 2019.
Dua tipe kendaraan yang terdaftar adalah model SUV Esemka Garuda I dan model pikap Esemka Bima. Di luar itu, sebenarnya masih ada enam tipe mobil lagi yang belum terdaftar dalam Permendagri tersebut.
Pada April 2019, pre-order mobil Esemka bahkan telah dimulai. Namun, hingga kini, kelanjutannya masih belum jelas.
Pelajaran berarti dari jejak Vingroup yang kini menggedor papan permainan industri otomotif global melalui VinFast, yaitu keberadaan sistem dan kebijakan yang jelas dari pemerintah serta sosok pengusaha sejati seperti Pham, membuat banyak hal jadi niscaya. Bagaimana dengan Indonesia?