Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Soal Pengembangan Kendaraan Listrik, Presiden Harus Jadi Konduktor

Presiden diharapkan mengambil peran signifikan sebagai konduktor dan memberikan instruksi yang jelas terkait dengan pengembangan kendaraan listrik di Indonesia. Instruksi yang jelas tersebut penting untuk memastikan koordinasi antarkementerian dan lintas sektor tidak tumpang tindih.
e-Mobility. /Daimler.com
e-Mobility. /Daimler.com

JAKARTA — Presiden diharapkan mengambil peran signifikan sebagai konduktor dan memberikan instruksi yang jelas terkait dengan pengembangan kendaraan listrik di Indonesia. Instruksi yang jelas tersebut penting untuk memastikan koordinasi antarkementerian dan lintas sektor tidak tumpang tindih.

Faisal Basri, ekonom senior Institut for Development of Economic and Finance (Indef), mengatakan bahwa pengembangan kendaraan listrik merupakan domain dan tanggung jawab Menteri Perindustrian.

“Konduktornya harus Presiden. Tidak bisa Menperin, juga bukan Pak Jonan. Menteri ESDM kok ngurusi mobil, karena konduktornya tidak berperan,” ujar  Faisal pada acara diskusi bertema Roadmap Pengembangan Kendaraan Listrik di Indonesia, Selasa (10/7/2018).

Pengembangan mobil listrik merupakan sebuah keharusan karena produksi minyak semakin turun, sedangkan kebutuhan BBM untuk kendaraan bermotor terus meningkat. Indonesia yang saat ini merupakan nett importer minyak semakin terbebani, sehingga perlu upanya mengurangi penggunaan BBM, dan mobil listrik adalah solusinya.

Saat ini tren kendaraan listrik makin kuat dan penjualannya secara global makin meningkat. “Mobil listrik sudah menjadi pilihan di masa depan. Norwegia, Prancis, Inggris sudah mencanangkan beralih sepenuhnya ke kendaraan listrik. Dengan road map tentunya,” ujarnya.

Kendaraan listrik juga akan semakin populer seiring dengan harganya yang semakin turun. Faisal menyampaikan bahwa harga mobil listrik tanpa subsidi akan kompetitif dengan mobil konvensional pada 2024. “Dan, pada 2029 harga mobil listrik akan kompetitif dengan mobil konvensional dalam satu segmen.”

Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Alat Elektronika Kementerian Perindustrian Harjanto mengatakan bahwa pemerintah telah memiliki peta jalan pengembangan industri kendaraan listrik, termasuk telah menyiapkan insentif tax holiday bagi industri, dan telah mengusulkan perubahan skema pajak penjualan barang mewah (PPnBM).

“Di RIPIN [Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional] sudah ada. 2025—2035 kita sudah bicara pengerak muda listrik dan fuel cell,” jelasnya. Saat ini pemerintah tengah menyiapkan perpres kendaraan listrik.

Selain pertimbangan energi dan lingkungan,  perkembangan dan keberlanjutan industri otomotif dan pendukungnya menjadi pertimbangan utama dalam pembuatan kebijakan. Intinya, memastikan bahwa Indonesia akan menjadi produsen bukan sekadar konsumen.

Perubahan dari mobil bermesin pembakaran dalam ke kendaraan bertenaga listrik membawa konsekuensi tidak terpakainya lagi banyak komponen, dan pada gilirannya akan berdampak pada nasib industri pendukung.

Soal Pengembangan Kendaraan Listrik, Presiden Harus Jadi Konduktor

Serahkan ke Konsumen

Ketua Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor (Gaikindo) Yohannes Nangoi berpendapat bahwa perubahan dari mobil konvensional ke mobil listrik sebaiknya diserahkan kepada pasar yang menentukan, seperti halnya pada peralihan dari transmisi manual ke otomatis atau dari mesin 2 tak ke mesin 4 tak.

“Serahkan saja pilihan [mobil itu] kepada konsumen,” ujar Nangoi.

Dia mengingatkan, saat ini infrastruktur charging station belum mendukung. Harga mobil listrik masih relatif mahal. Harga paling murah mobil hibrida Rp500 juta. Sepertiga dari harga itu adalah baterai. Usia baterai 2-3 tahun, dan potensi limbah karena daur ulang baterai bekas yang sangat mahal.

Nangoi menyarankan agar Indonesia fokus mendorong pengurangan emisi dan pengurangan bahan bakar fosil melalui optimalisasi bahan bakar gas, penggunaan Ethanol (E5 – E7), penggunaan biofuel, dan adopsi Euro VI untuk kemudian masuk ke era mobil listrik.

“Soal stasiun pengisian daya listrik, misalnya, itu diperlukan fasilitas khusus, bertegangan tinggi, kabel-kabel tahan panas, dan juga sistem pendingin. Itu mahal.”

Direktur Perencanaan Korporat PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) Syofvi F. Roekman mengatakan bahwa prinsipnya PLN siap mendukung pengembangan kendaraan listrik. PLN telah mengembangkan percontohan 1.000 stasiun pengisian daya listrik umum di Jakarta dan sekitarnya.

Namun, fasilitas tersebut sifatnya masih low charging yang membutuhkan waktu pengisian daya listrik yang relatif lama. “Kami akan coba bangun contoh yang fast charging, ini diperlukan investasi yang cukup besar.”

Presiden Direktur, PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) Warih Andang Tjahjono mengatakan bahwa ada empat hal pilar untuk pengembangan kendaraan listrik, yakni edukasi konsumen, regulasi, infrastuktur, dan rantai pasok global.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Fatkhul Maskur
Sumber : Bisnis Indonesia, Rabu (11/7/2018)
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper