Atas undangan Mitsubishi Motors Kramayuda Sales Indonesia (MMKSI), Bisnis berkesempatan mengunjungi Eropa pada 23-28 Juni 2018 untuk melihat langsung perkembangan pasar mobil listrik berikut pembangunan infrastrukturnya.
Reportase dari kunjungan tersebut dituangkan secara komprehensif lewat serial tulisan, mulai Senin (8/7), yang diharapkan dapat menjadi pembanding, pembelajaran atau setidaknya membuka wawasan tentang pengembangan mobil listrik. Semoga!
***
Sebuah mobil Tesla datang. Nyelonong begitu saja dan langsung parkir di ruang kerja yang didesain terbuka, mirip ‘ballroom’. Beberapa anak muda dengan laptopnya, tetap melanjutkan kesibukannya, tanpa terusik.
Mereka memang tak perlu mencemaskan polusi suara maupun asap knalpot, karena ini adalah mobil listrik. Tak ada emisi gas buang. Tak ada suara berisik mesin.
Dari kabin, muncul Sander Ouwerkerk. Dia adalah Direktur Pengembangan Bisnis NewMotion, sebuah perusahaan di Belanda yang berkonsentrasi penuh untuk mendorong masyarakat, khususnya di Eropa, menggunakan mobil listrik (electronic vehicle/EV).
Baca Juga
Sander tak keberatan saat mobilnya diekplorasi dan ‘dioprek’ seluruh isinya. Saat dibuka kap mesin, ternyata di dalamnya terdapat sepatu, peralatan golf, koper dan beberapa peralatan mobil. Bagasinya ada dua. Depan dan belakang.
Tidak ada mesin! Begitulah mobil listrik. Hanya butuh dinamo dan baterei untuk menjalankannya. Prinsip dasarnya mirip kipas angin. Cukup menggunakan dinamo dan sumber listrik untuk memutar roda.
NewMotion merupakan korporasi swasta yang didirikan pada 2019. Bisnis utamanya menyediakan infrastruktur charge point (tempat pengisian baterai mobil listrik), berikut sistem langganannya. Intinya, dia adalah penyedia layanan EV charging solution.
Perusahaan ini juga menciptakan dan mengembangkan sistem online yang memudahkan orang berlangganan listrik untuk pengisian baterei mobil. Setiap pelanggan akan diberikan kartu langganan yang disebut charge card.
Meskipun bisnisnya menyediakan infrastruktur untuk mobil listrik, NewMotion bukanlah produsen listrik seperti halnya Perusahaan Listrik Negara (PLN). Seperti halnya Go-jek yang menyediakan layanan transportasi, dia bukanlah perusahaan transportasi.
Sistem online dan aplikasi yang dibuatnya memudahkan orang untuk menemukan charge points di seluruh Eropa, satu kawasan dengan pertumbuhan populasi mobil listrik tercepat sejagat.
Saat ini, Inggris, Norwegia, Prancis, Belanda, Belgia, dan Jerman merupakan beberapa negara yang memiliki pertumbuhan populasi mobil listrik paling pesat di antara negara Eropa lainnya.
“NewMotion menawarkan konsep baru dan kemudahan bagi pemilik kendaraan listrik. Kami menyediakan infrastruktur pengisian baterei di apartemen, kantor-kantor, gedung dan taman parkir hingga rumah-rumah,” ujar Sander Ouwerkerk kepada Bisnis dan sejumlah wartawan dari Jakarta, saat mengunjungi kantor NewMotion di Amsterdam, Belanda, beberapa waktu lalu.
Charger mobil listrik ini bentuknya cukup simpel. Berbeda dengan SPBU, yang pada umumnya butuh areal cukup luas. Bentuk benda ini berupa ‘boks’ yang fungsi utamanya sebagai ‘konverter’ untuk mengubah arus AC menjadi DC.
Alat ini memiliki kabel dengan ujungnya menyerupai nozzel yang ada pada dispenser-dispenser di SPBU. Gunanya untuk menyalurkan listrik ke baterei mobil. Dengan ukurannya yang relatif kecil—tidak sebesar tower dispenser SPBU—charger ini bisa dipasang di slot-slot parkir mobil yang sempit atau dinding rumah dan perkantoran.
Sander menambahkan untuk mengisi baterei pelanggan cukup menempelkan kartu (charge card) pada unit charger dan tentukan jumlah kWh yang akan dikonsumsi. Secara otomatis seluruh transaksi akan terakumulasi dalam billing statement tagihan bulanan. Sangat gampang.
Secara umum, cara kerja charge card ini mirip kartu kredit. Pelanggan bisa berbelanja di mana saja dan kapan saja 24 jam sehari, 365 hari setahun. Metode pembayarannya juga begitu mudah, yang bisa dilakukan di akhir periode, lewat aplikasi yang diunduh via ponsel. Hanya saja, objek belanja yang dilayani NewMotion adalah pengisian baterei mobil listrik.
Berdasarkan data NewMotion, saat ini setidaknya terdapat 70.000 unit charger points di 25 negara Eropa, yang disediakan berbagai operator, dengan 116.000 pelanggan yang memanfaatkan sistem charge card.
Kendati pengembangan mobil listrik bergerak begitu cepat, masih ada satu problem yang tersisa. Sebagian besar charger yang ada masih butuh durasi cukup lama untuk pengisian sampai penuh, sehingga kadang mengusik kesabaran pelanggan yang sedang terburu-buru.
Untuk itu, kalangan produsen mobil terus melakukan riset untuk menambah kecepatan dalam pengisian baterei sehingga bisa sama cepat atau bahkan lebih cepat ketimbang mengisi bensin di pom bensin, namun tetap aman. “Teknologi baterei terus disempurnakan, begitu pula dengan sistem charging-nya,” lanjut Sander.
Bahkan, katanya, kalangan pabrikan mobil tengah melakukan riset untuk mengembangkan baterai dan charger yang memungkinkan pengisian beterei secara induksi alias nirkabel, mirip mengecas smartphone masa kini. Jika terwujud, alat ini akan dipasang di lantai-lanyai slot parkir.
Sumber Listrik Bersih
Mengunjungi NewMotion menjadi relevan untuk memberikan gambaran yang lebih kongkret tentang masa depan penggunaan mobil listrik, khususnya di Indonesia, yang sedang berancang-ancang merancang kebijakan yang tepat untuk memasuki era mobil listrik.
Bagi Indonesia, mengembangan mobil listrik tentu bukanlah sekadar menggunakan, memproduksi/merakit dan membangun infrastrukturnya. Semua itu bukan problem mendasar, karena teknologinya sudah tersedia.
Masalah terbesarnya adalah bagaimana menciptakan ekosistem domestik yang mampu mendorong produsen mobil listrik bersedia investasi di dalam negeri. Aspek lain yang tak kalah esensial adalah membangun pembangkit-pembangkit listrik ramah lingkungan, nonfosil. Dua hal tadi sama pentingnya sehingga harus dikerjakan simultan.
Di Eropa, setiap unit charger terhubung dengan jaringan listrik umum yang bersumber dari pembangkit ramah lingkungan seperti tenaga angin atau sinar matahari. Dengan begitu, listrik yang tersimpan di baterai berasal dari sumber yang ramah lingkungan pula. Input dan output-nya sama-sama bersih.
Ini berbeda dengan kondisi kelistrikan di Indonesia yang sebagian besar masih bersumber dari pembangkit beraroma fosil—batu bara dan high speed diesel oil (HSDO). Jika pengembangkan mobil listrik dipaksakan dalam kondisi seperti ini, maka kesia-siaan yang akan didapat. Output bersih tetapi input-nya kotor.
Mungkin Pemerintah perlu memikirkan opsi penggunakan teknologi solar sel di rumah-rumah penduduk. Dengan begitu setiap rumah bisa menjadi ‘distributor’ atau charge points yang melayani pengisian baterei mobil listrik.
Dengan cara ini ada multibenefit yang didapat. Konsumsi BBM untuk kendaraan akan berkurang. Impor BBM turun. Postur APBN lebih sehat. Udara Indonesia menjadi lebih bersih.