Atas undangan Mitsubishi Motors Kramayuda Sales Indonesia (MMKSI), Bisnis berkesempatan mengunjungi Eropa pada 23-28 Juni 2018 untuk melihat langsung perkembangan pasar mobil listrik berikut pembangunan infrastrukturnya.
Reportase dari kunjungan tersebut dituangkan secara komprehensif lewat serial tulisan, mulai hari ini, yang diharapkan dapat menjadi pembanding, pembelajaran atau setidaknya membuka wawasan tentang pengembangan mobil listrik. Semoga!
***
Penggunaan kendaraan listrik di seluruh dunia merupakan sebuah keniscayaan. Era mobil listrik pasti terjadi. Seberapa cepat tiba, itu hanya soal waktu dan sangat bergantung kebijakan di setiap negara.
Soal mobil listrik, Indonesia termasuk negara yang memiliki perhatian (concern) terhadap pengembangan kendaraan niremisi gas buang tersebut. Meskipun hingga sekarang arah kebijakan Pemerintah belum jelas, langkah-langkah menuju pengembangan kendaraan listrik sudah mulai dipikirkan.
Beberapa tahun belakangan, terutama sejak Menteri Perindustrian dijabat Airlangga Hartarto, konsep dan langkah kebijakan menuju era kendaraan listrik pelan-pelan disusun. Berbagai kajian menuju ke sana dilakukan kian intensif dan makin serius.
Baca Juga
Keseriusan itu setidaknya diawali dengan kunjungan Airlangga ke pabrik Mitsubishi Motors Corporation (MMC) di Okazaki, Prefektur Aichi, Jepang pada Oktober 2017. Di sana, dia menjajal langsung mobil-mobil listrik (electric vehicle/EV) maupun kendaraan plug-in hybrid electric vehicle (PHEV), sebuah teknologi mobil yang mengombinasikan penggunaan motor bakar dan motor listrik namun dapat di-charge (diisi batereinya), mirip mengisi BBM di SPBU. Ini berbeda dengan teknologi hibrida yang untuk pengisian baterei sepenuhnya ditopang oleh mesin motor bakar (berbahan bakar fosil), yang polutif.
Selain mencoba langsung mobil listrik buatan Mitsubishi, dalam kunjungan tersebut juga sempat dibicarakan tentang prospek dan potensi kolaborasi dalam pengembangan mobil listrik maupun PHEV di Indonesia.
Sebagai realisasi dari pembicaraan tersebut, pada Februari 2018, MMC memberikan hibah delapan unit Outlander PHEV dan dua unit i-MiEV, mobil yang 100% menggunakan energi listrik, dan tentu saja bisa di-charge. Hibah ini menjadi bagian dari permodelan dan studi bersama dalam pengembangan infrastruktur kendaraan listrik di Indonesia.
Langkah hibah Mitsubishi tersebut kemudian diikuti Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) yang beberapa hari lalu menyerahkan enam unit Prius Hybrid, enam unit Prius Plug-in Hybrid dan enam unit Altis ICE. Tujuannya sama, untuk kepentingan riset komprehensif dan membantu pemerintah dalam mendesain kebijakan pengembangan industri kendaraan listrik di dalam negeri.
Suplai & Permintaan BBM (Ribu Barel)
Keterangan | 2017 | 2025 | Tambahan Kapasitas Kilang | ||
Jenis BBM | Suplai domestic | Permintaan | Suplai domestic | Permintaan | |
Gasolin | 224 | 616 | 724 | 724 | 504 |
Diesel | 361 | 560 | 897 | 897 | 536 |
Avtur | 61 | 83 | 138 | 138 | 77 |
NET IMPORTER MINYAK
Mau tidak mau, pengembangan kendaraan listrik di dalam negeri memang harus menjadi prioritas pemerintah. Harus dimulai sekarang. Sebab, cadangan minyak di Bumi Pertiwi kian menipis dan diprediksi akan habis dalam beberapa dekade mendatang.
Indonesia pernah menjadi juragan sekaligus eksportir minyak bumi dengan volume produksi sekitar 1,65 juta barel per hari (bph) pada tahun 1970-an. Namun, kini produksinya hanya sekitar 800.000 bph dan terus menurun. Dan, sialnya, sejak 2014 Indonesia malah telah tercatat sebagai net importer minyak bumi.
Pada saat yang sama, kebutuhan minyak bumi (BBM) secara nasional kian melonjak dan kini mencapai kisaran 1,6 juta bph. Volume sebanyak ini termasuk di dalamnya untuk mengisi tangki-tangki kendaraan bermotor yang populasinya juga terus bertambah.
Jika mobil-mobil konvensional yang haus BBM terus dibiarkan berkembang-biak, Indonesia bisa terjebak dalam ketergantungan impor BBM yang rumit. Kalau sudah begitu, sudah pasti postur anggaran negara ‘sulit bernafas’. Bisa-bisa gerak roda perekonomian mengalami deselerasi dan retardasi.
Impor BBM dan Minyak Mentah Indonesia (juta barel)
Jenis | 2012 | 2013 | 2014 | 2015 | 2016 | 2017* |
Premium | 110,2 | 115,7 | 116,3 | 102,6 | 73,7 | 62 |
Pertamax | 1 | 1 | 2 | 8 | 25 | 36 |
Solar | 51 | 40 | 35 | 16 | 6 | 6 |
Minyak mentah | 115 | 122 | 131 | 143 | 134 | 140 |
Itulah mengapa, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan pernah melontarkan gagasan dan rancangan aturan yang melarang penjualan mobil baru bermesin diesel dan bensin (bahan bakar fosil) mulai 2040. Hanya mobil listrik yang boleh dijual. Tujuannya, memangkas secara signifikan konsumsi BBM nasional.
Konsep Jonan memang bagus. Tapi terlihat terlalu drastis dan dramatis, karena tidak dijelaskan secara gamblang tahapan-tahapannya. Arah kebijakan pemerintah menuju rencana 2040—termasuk insentif untuk mengakselerasi pengembangan dan penggunaan mobil listrik—juga masih tampak samar-samar.
Dalam konteks pengembangan mobil listrik, ada banyak faktor dan kondisi yang harus dipikirkan pemerintah. Terutama, soal eksistensi industri pendukung yang selama ini memasok komponen bagi pabrik-pabrik mobil konvensional.
Industri-industri pendukung di sektor otomotif yang ada sekarang tentu tidak dapat dengan mudah dan secara cepat beralih menjadi pemasok komponen kendaraan listrik. Investasinya sangat mahal.
Apalagi akan ada ribuan komponen yang selama ini digunakan pada mobil konvensional tidak akan dipakai lagi pada mobil listrik. Sistem transmisi, mesin bakar (piston), gear box, radiator, dan aki, sudah pasti tidak dibutuhkan lagi pada mobil listrik. Akan ke mana pabrik-pabrik yang ada sekarang?
Itulah pentingnya pemerintah menyusun roadmap yang lebih jelas untuk menuju era mobil listrik. Apalagi eksistensi pabrik-pabrik komponen mobil yang ada sekarang terkorelasi langsung dengan nasib ribuan pekerja.