Bisnis.com, SURABAYA – PT Garansindo Inter Global, selaku agen pemegang merek (APM) Volvo di Indonesia menunggu kejelasan regulasi mengenai mobil listrik. Saat ini regulasi tersebut tengah digodok oleh pemerintah bersama Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo).
COO Garansindo Inter Global Satya Saptaputra mengatakan bahwa tantangan memasarkan mobil bertenaga listrik murni atau campuran (hybrid) di dalam negeri adalah regulasi yang belum mendukung. “Kalau masalah infrastruktur, kami yakin pemerintah daerah bisa menyediakan,” katanya kepada Bisnis, Jumat (21/7/2017).
Di negara lain misalnya Thailand dan Malaysia, introduksi teknologi hybrid sudah lebih progresif. Dukungan pemerintah lewat regulasi berupa insentif membuat harga mobil kompetitif.
Satya mendukung penuh wacana pemerintah menerbitkan regulasi untuk mengatur besaran insentif bagi mobil listrik. Sebab sudah sejalan dengan masa depan dunia otomotif.
Seperti diketahui, secara global, pabrikan otomotif tengah berlomba melakukan inovasi untuk mengurangi emisi kendaraan. Satu pilihannya adalah mengurangi peredaran kendaraan berbahan bakar minyak dengan mendorong perkembangan teknologi energi baru terbarukan seperti listrik.
Saat ini sejumlah tantangan dari mobil bertenaga listrik adalah baterai yang digunakan dan rentang waktu pengisian daya. Baterai yang digunakan saat ini tergolong mahal, sehingga sulit diimplementasikan pada kendaraan murah.
Adapun secara global, pabrikan asal Swedia ini memang akan fokus menjadi produsen mobil listrik mulai 2019. Volvo akan menghentikan pembuatan mesin pembakaran konvensional.
Volvo adalah produsen mobil berbahan bakar konvensional pertama yang mengumumkan langkah seperti itu. “Permintaan masyarakat akan mobil listrik semakin meningkat, dan kita ingin merespon kebutuhan pelanggan saat ini maupun di masa datang,” ujar presiden Volvo, Håkan Samuelsson, dalam sebuah pernyataan resmi pekan lalu.
Dia menyatakan perusahaan akan menawarkan lima model mobil listrik antara 2019 dan 2021. Tiga akan menyandang merk Volvo dan lainnya akan menyandang merek Polestar, merk kelas atas perusahaan tersebut.
Perusahaan itu juga menyatakan akan menawarkan mobil tipe plug-in hybrid dan jenis hybrid lain. Beberapa di antaranya menggunakan mesin kecil berbahan bakar gas bersamaan dengan baterai yang dapat diisi ulang.
Geely, perusahaan otomotif China yang telah memiliki Volvo sejak 2010, kemungkinan adalah kekuatan dibalik langkah keputusan ini. Sebab China adalah negara yang terbilang ambisius soal pembuatan mobil listrik.
Mengutip Reuters, perusahaan konsultan asal Amerika Serikat, AlixPartners, menyebutkan China akan memproduksi 49 dari 103 model mobil listrik terbaru yang diluncurkan secara global pada 2020. Bahkan negara ini juga mengincar menguasai lebih dari 60% total kapasitas produksi baterai lithium-ion yang digunakan mobil listrik pada 2021.
Masih menurut AlixPartners, saat ini China adalah konsumen otomotif terbesar di dunia. Produsen mobil China menguasai 96% pasar kendaraan listrik di dalam negeri, atau berhasil menjual 350.000 unit. Namun, jumlah ini dibandingkan dengan total volume penjualan mobil baru tergolong kecil, atau kurang dari 2%.