Bisnis.com, JAKARTA - PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia berhasil mencatatkan pertumbuhan ekspor dalam bentuk kendaraan utuh atau completely built up (CBU) yang signifikan. Pada kuartal I/2017, ekspor Toyota mencapai 49.300 unit, naik hingga 42,07% dibandingkan capaian pada kuartal I/2016 yang hanya sebanyak 34.700 unit.
Produk sport utility vehicle (SUV) Fortuner masih menjadi penopang ekspor dengan volume sebanyak 16.600 unit, melonjak hampir dua kali lipat dibandingkan capaian pada periode yang sama tahun lalu yang hanya sebanyak 5.700 unit. Model ini berhasil menjajah sejumlah negara di kawasan Asia Tenggara, Timur Tengah, dan Amerika Latin.
"Capaian ini tidak terlepas dari dukungan rantai bisnis kami, termasuk perusahaan pemasok, dan tentunya tidak dapat dilepaskan dari dukungan pemerintah Indonesia ," kata Presiden Direktur PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia Warih Andang Tjahjono, Selasa (2/5/2017).
Selain Fortuner, peningkatan juga dialami oleh produk segmen multipurpose vehicle (MPV) Innova yakni dari 1.900 pada kuartal I/2016 naik sebesar 84,21% menjadi 3.500 unit pada kuartal I/2017. Sementara itu, ekspor Vios relatif stabil yakni sebanyak 7.900 unit, kemudian Sienta sebagai pendatang baru sebanyak 2.200 unit.
Sedangkan untuk ekspor CBU Toyota model lain seperti Avanza, Lite Ace, dan Agya total mencapai 19.100 unit. "Kami berharap kembali dapat mencapai target pertumbuhan ekspor seperti tahun-tahun sebelumnya," imbuhnya.
Selain CBU, Toyota juga mengekspor kendaraan secara terurai atau completely knock down (CKD). Untuk ekspor CKD tercatat sebanyak 12.300 unit, dan ekspor komponen di kisaran 24 juta unit.
Sementara ekspor untuk mesin bensin tipe TR mencapai 8.800 unit, mesin Ethanol tipe TR sebanyak 1.200 unit, mesin bensin tipe NR mencapai 20.300 unit, dan mesin Ethanol tipe NR sebanyak 1.000 unit.
Warih menambahkan, untuk memacu pertumbuhan ekspor perusahaan akan terus berupaya menjaga kualitas produk dengan meningkatkan sumber daya manusia (SDM) , baik di kalangan internal maupun di pemasok mulai dari tier 1 sampai tier 3 yang kini berjumlah sekitar 300 perusahaan.
"SDM yang mumpuni, yang memiliki keahlian dan keterampilan tinggi merupakan kunci untuk mendorong daya saing perusahaan dan industri pada umumnya," ujarnya.