Bisnis.com, JAKARTA—Dirjen Industri Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi Kemenperin Budi Darmadi mengatakan pasar mobil hibrida akan berkembang lebih masif setidaknya mulai 3 tahun lagi.
"[Ini menunggu realisasi] riset untuk bikin komponen mesin listrik dan baterai yang lebih kecil," tuturnya kepada Bisnis, Kamis (26/6/2014).
Jika perusahaan komponen bisa melahirkan mesin hibrida dengan ukuran lebih mungil kemungkinan disparitas harga bisa ditekan. Setidaknya hibrida cuma lebih mahal 25% dibandingkan mobil tipe standar.
Insentif yang sekarang tersedia untuk mobil rendah emisi adalah potongan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) antara 25% hingga 50%.
Kebijakan ini berlaku untuk kendaraan berteknologi advance diesel / petrol engine, dual petrol gas engine (converter kit CNG / LCV), biofuel engine, hybrid engine, dan CNG / LGV dedicated engine.
Entah apa insentif tambahan apa yang kelak diberikan pemerintah untuk pengembangan kendaraan low carbon emission. Yang pasti, takkan ada pemberlakuan plafon harga tertentu seperti untuk low cost and green car (LCGC).
"Hibrida memang mahal. [Jika ada aturan plafon harga] nanti malah tak ada produsen yang mau ikut karena harganya tak ekonomis [kendati diimingi tambahan insentif pajak]," kata Budi.
Menyoal insentif untuk pasar hibrida, raksasa otomotif PT Toyota Astra Motor (TAM) enggan mengungkapkan secara detil insentif tambahan apa yang diharapkan dari pemerintah untuk pengembangan hibrida. Produk dual engines Toyota sebetulnya sudah masuk ke Indonesia meskipun pasarnya minim, yaitu Camry hibrida dan Prius.
"Kami sedang pikirkan model produk kami yang mana saja yang kelak bisa dipadukan dengan mesin hibrida [agar harga lebih terjangkau], masih dalam studi," ucap Direktur Pemasaran TAM Rahmat Samulo.