Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Banjir Impor BEV Picu Pergeseran Penjualan Mobil, Hybrid Kalah Pamor?

Penjualan mobil listrik impor melesat melampaui mobil hibrida rakitan lokal
Presiden Prabowo Subianto secara resmi meresmikan peluncuran kendaraan listrik taktis terbaru produksi PT Pindad, yakni MV3-EV Pandu/Setpres
Presiden Prabowo Subianto secara resmi meresmikan peluncuran kendaraan listrik taktis terbaru produksi PT Pindad, yakni MV3-EV Pandu/Setpres

Bisnis.com, JAKARTA - Pamor mobil hibrida (hybrid electric vehicle/HEV) kian meredup dalam beberapa bulan terakhir, seiring dengan melesatnya penjualan mobil listrik murni (battery electric vehicle/BEV).

Hal itu terekam melalui data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo). Sepanjang Januari-Mei 2025, penjualan mobil BEV tembus 30.327 unit, jauh meninggalkan mobil hybrid yang sebesar 22.819 unit.

Ketua I Gaikindo Jongkie Sugiarto mengakui bahwa penjualan mobil hybrid kini kalah unggul dibandingkan mobil listrik berbasis baterai. Salah satu alasannya yakni masih terbatasnya pilihan model HEV bagi konsumen.

"Model-model HEV belum terlalu banyak yang diluncurkan, jadi pilihannya masih terbatas. Tetapi model PHEV [plug-in hybrid electric vehicle] mulai banyak diluncurkan," ujar Jongkie kepada Bisnis, dikutip Selasa (17/6/2025).

Perlu diketahui, mayoritas mobil hybrid (HEV) yang dipasarkan di Indonesia sudah dirakit secara lokal dengan nilai tingkat komponen dalam negeri (TKDN) di atas 60%.

Beberapa di antaranya yakni Toyota Kijang Innova Zenix Hybrid, Toyota Yaris Cross Hybrid, Suzuki XL7 Hybrid, Suzuki Ertiga Hybrid, hingga Hyundai Santa Fe Hybrid.  

Sementara itu, mayoritas mobil listrik BEV saat ini masih diimpor utuh (completely built up/CBU) dari China. Misalnya, Grup BYD dengan sederet model andalannya yakni BYD Sealion 7, BYD M6, BYD Seal, BYD Atto 3 BYD Dolphin, serta sub-merek premiumnya yakni Denza D9.

Selain itu, beberapa model BEV lainnya yang juga dikapalkan dari China secara utuh yakni Aion Y Plus, Aion Hyptec HT hingga Geely EX5.

Kendati demikian, sederet jenama asal 'Negeri Tirai Bambu' itu berkomitmen untuk memproduksi lokal mobil listrik di Indonesia. Misalnya, BYD sedang mengejar pembangunan pabrik di Subang Smartpolitan, Jawa Barat berkapasitas 150.000 unit per tahun yang estimasinya akan rampung pada akhir 2025. 

Selain itu, merek asal China lainnya yakni Aion juga telah memiliki pabrik di Cikampek, Jawa Barat yang mampu memproduksi sekitar 50.000 mobil listrik per tahun. Disusul Geely akan memproduksi lokal berbagai model mobil listrik  dengan menggandeng pabrik milik PT Handal Indonesia Motor (HIM).

Namun, setidaknya dalam beberapa bulan ke belakang, penjualan mobil listrik impor kian diminati oleh masyarakat Indonesia. Misalnya, pada Mei 2025, penjualan BEV tercatat sebesar 6.391 unit, sedangkan model HEV hanya 4.355 unit.

Tren serupa juga terjadi pada April 2025, kala penjualan BEV tembus 7.400 unit, mobil hibrida tercatat hanya sebanyak 4.500 unit.  Padahal, di tahun-tahun sebelumnya, tren penjualan mobil hybrid selalu lebih unggul dibandingkan mobil listrik murni alias BEV.

Jongkie mengatakan, jika model-model BEV itu sudah mulai merealisasikan produksi lokal, maka harganya akan lebih terjangkau, sehingga berpotensi kian diminati oleh masyarakat.

"Kalau dari harga, kan rakitan dalam negeri biasanya lebih terjangkau. Faktor harga biasanya jadi penentu," pungkasnya.

Tren Penjualan Mobil Hybrid vs BEV Januari-Mei 2025

Hybrid Electric Vehicle (HEV):

- Januari: 4.230 unit

- Februari: 4.598 unit

- Maret: 5.136 unit

- April: 4.500 unit

- Mei: 4.355 unit

Total: 22.819 unit

Battery Electric Vehicle (BEV):

- Januari: 2.513 unit

- Februari: 5.178 unit

- Maret: 8.845 unit

- April: 7.400 unit

- Mei: 6.391 unit

Total: 30.327 unit

Derasnya Impor Mobil Listrik

Sepanjang tahun lalu, sebagaimana dicatat Badan Pusat Statistik (BPS), total nilai impor kendaraan bermotor dan bagiannya yang terhimpun dalam kode HS 87, sebesar US$9,7 miliar. 

Salah satu kontributor impor terbesar untuk kendaraan bermotor dan bagiannya, tak lain ialah mobil listrik. Untuk mobil listrik impor CKD (HS 87038018) mencapai US$408 juta atau Rp6,6 triliun pada tahun lalu. Sedangkan untuk mobil listrik impor CBU (HS 87038098), tercatat sebesar US$334,7 juta alias Rp5,5 triliun.

Terkait mobil listrik, baik yang diimpor utuh maupun terurai, pemerintah memang menggeber berbagai kebijakan insentif. Impor mobil listrik utuh bahkan telah dibebaskan dari bea masuk hingga PPnBM, mengacu Peraturan Menteri Keuangan Nomor 12 Tahun 2025 (PMK 12/2025).

Pakar Otomotif dan Akademisi Institut Teknologi Bandung (ITB) Yannes Martinus Pasaribu mengatakan, ada indikasi utilisasi pabrik otomotif di Indonesia mengalami penurunan pada 2025, terlebih seiring dengan maraknya produk mobil listrik impor turut mengancam para pabrikan lokal.

Menurutnya, peningkatan impor mobil listrik, baik BEV, HEV dan PHEV di Indonesia memiliki dampak yang kompleks terhadap daya saing industri otomotif lokal. Pasalnya, mobil elektrifikasi tersebut berasal dari produsen global dengan teknologi canggih, reputasi kuat, dan efisiensi biaya produksi yang jauh lebih baik dibandingkan merek lokal.

“Alhasil, mereka mampu menyuplai kebutuhan pasar lokal dengan produk berdesain mutakhir dengan teknologi tinggi dan harga jauh lebih murah, bahkan bisa mencapai 20-35% lebih murah dari produk lokal sejenisnya. Ini menciptakan tekanan besar bagi produsen lokal untuk meningkatkan kualitas produk dan inovasinya agar tetap kompetitif,” ujar Yannes kepada Bisnis, belum lama ini.

Lebih lanjut dia mengatakan, peningkatan impor produk, jika tidak dikelola dengan baik, dapat menggerus sektor manufaktur dan berpotensi memicu pemutusan hubungan kerja (PHK) massal. Sebab, industri otomotif lokal akan kesulitan bersaing dengan produk impor yang lebih murah dan lebih berkualitas. 

“Hal ini menyebabkan penurunan permintaan terhadap produk lokal, sehingga utilisasi pabrik turun, dan ini akan memberikan efek domino pada industri-industri pendukung komponennya yang secara permodalan lebih lemah dan sustainability-nya lebih rentan terhadap tekanan pasar tersebut,” tuturnya.

Yannes pun mengatakan, pemerintah tampaknya perlu fokus pada revitalisasi kawasan industri dan infrastruktur pendukung untuk menangani deindustrialisasi. Ini mencakup peningkatan akses jalan, listrik, dan fasilitas lain untuk menarik investasi dan meningkatkan efisiensi produksi. 

Selain itu, pemerintah perlu berinvestasi jangka panjang dalam riset dan inovasi industri yang mampu meningkatkan transfer teknologi inti dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia (SDM) lokal dengan perguruan-perguruan tinggi teknologi terkemuka di Indonesia. 

Kinerja Impor Mobil CBU 2019-2025*:

Tahun

Impor CBU

Pasar Mobil

Pangsa CBU

2019

73.876

1.030.126

7,2%

2020

35.173

532.027

6,6%

2021

47.716

887.202

5,4%

2022

83.213

1.048.040

7,9%

2023

88.915

1.005.802

8,8%

2024

97.010

865.723

11,2%

2025-Apr

41.900

267.514

15,7%


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Rizqi Rajendra
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper