Bisnis.com, JAKARTA - Pasar mobil hibrida, tentu masih kalah dengan pasar mobil bertenaga bensin atau solar. Pasalnya, teknologi tinggi yang relatif lebih mahal menjadi salah satu mengapa pasar kendaraan tersebut belum berkembang di Tanah Air. Artinya, konsumen harus lebih banyak mengeluarkan uangnya untuk satu unit mobil hibrida, dibandingkan dengan mobil berenergi fosil.
Direktut Pemasaran PT KIA Mobil Indonesia (KIM) Hartanto Sukmono mengatakan kendaraan hibrida maupun mobil elektronik memiliki pasar yang timbul tenggelam, alias tak stabil. PT KIM sendiri memiliki produk KIA Optima untuk jenis hibrida.
Salah satu yang membuat mobil itu mahal adalah biaya produksi yang dikenakan pada riset serta pengembangannya. "Biaya ini harus diserap dari penjualan mobil-mobil tersebut. Jadi beban biaya untuk itu mengambil porsi yang tinggi," kata Hartanto beberapa waktu lalu di Jakarta.
Walaupun demikian, tak berarti perawatan mobil jenis ini diabaikan. Tahukah Anda total setrum hilang pada mobil hibrida sekitar 25% disebabkan sistem power control unit (PCU)? Ya, dan dari persentase itu berkisar 20% di antaranya karena semikonduktor yang digunakan PCU.
Bagi kendaraan bermotor roda empat yang menggunakan sumber tenaga setrum sebagai bahan bakar, PCU menjadi hal krusial. Sistem ini tak hanya penting bagi mobil listrik melainkan pula hibrida yang bertenaga bensin dan motor listrik.
EFESIENSI
PCU bertugas mendistribusikan energi listrik dari baterai ke motor listrik guna mengatur kecepatan mobil. Sistem ini pula yang berfungsi mengatur pengiriman setrum dari proses deselerasi untuk disimpan dalam baterai. Lantas, apa yang mesti dilakukan demi memperbaiki efisiensi bahan bakar mobil hibrida?
“Cara tergampang adalah meningkatkan efisiensi listrik semikonduktor terutama memangkas resistensi yang dialami passing current di kendaraan berrmesin ganda tersebut,”demikian Toyota Motor Corporation dalam situs resminya.
Toyota dikenal sebagai salah satu produsen mobil yang mengembangkan produk mobil lebih ramah lingkungan dengan mengurangi penggunaan energi fosil. Sejumlah produk yang populer adalah Prius dan Camry.
Terkait dengan efesiensi listrik, semikonduktor yang dikembangkan Toyota adalah silicon carbide (SiC). Benda ini diyakini lebih efisien dibandingkan dengan semikonduktor silicon yang ada pada PCU mobil hibrida sekarang ini.
Studi yang dilakukan tim research and development (R&D) Toyota berlangsung sejak era ‘80-an dengan menggandeng Denso. Pengembangan lebih lanjut SiC untuk mobil hibrida dilakukan TMC sejak 2007.
Saat ini, SiC sudah melekat di tubuh produk hybrid Toyota tapi baru sebatas kendaraan prototip. Tes JC08 dari Kementerian Pertanahan, Infrastruktur, dan Wisata Jepang menyimpulkan bahan bakar mobil hibrida yang menggunakan SiC pada sistem PCU lebih hemat 5%.
Prinsipal hendak melakukan uji coba secara langsung di jalan raya pada tahun ini. Efisiensi bahan bakar diharapkan meningkat 10% melalui proses tes JC08 tersebut. TMC juga akan melanjutkan pengembangan untuk implementasi awal semikonduktor SiC ini.
Terkait dengan pengembangan mobil hibrida Menteri Perindustrian M.S Hidayat mengatakan dirinya menugaskan Dirjen Industri Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi untuk membuka dialog dengan produsen otomotif.
Kementerian Perindustrian akan mendiskusikan lebih dahulu jenis insentif apa yang akan diberikan untuk mobil hibrida. “Inilah yang mau kami diskusikan dengan produsen,” tutur Hidayat. (Dini Hariyanti /Lingga Sukatma Wiangga )