Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah dalam hal ini Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menilai cercaan soal pemakaian bahan bakar subsidi yang bakal kian bengkak pascakemunculan LCGC perlu dicermati lebih jauh.
Dirjen Industri Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi (IUBTT) Kementerian Perindustrian Budi Darmadi berpendapat itu tak sepenuhnya benar. Sebab, tanpa kehadiran mobil murah populasi kendaraan tetap akan tumbuh.
Misalnya, diasumsikan pertumbuhan 1.000 unit mobil baru non-LCGC yang memakan bensin sekitar 12 km per liter. Sejauh ini, tak ada ketegasan aturan pelarangan larangan pemakaian BBM subsidi sehingga mobil-mobil ini tetap berpeluang minum premium ataupun solar.
Tapi ketika yang 1.000 unit pertumbuhan mobil baru itu adalah produk LCGC sekalipun ada penyalahgunaan konsumsi BBM subsidi volumenya lebih sedikit. Sebab, kendaraan ini hanya minum satu liter untuk 20 kilometer.
“Kebijakan pemakaian BBM subsidi ini bukan wewenang kami. Dari kami lebih kepada edukasi kepada pengguna bahwa ini mobil untuk RON 92 jangan diisi selain itu. Sebab, kalau mesinnya rusak tanggung sendiri,” kata Budi di sela pameran Indonesia International Motor Show (IIMS), Jakarta, Selasa (24/9/2013).
Pada kesempatan yang sama, Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan konsumsi BBM justru akan turun. Sebab, kalau dibandingkan biasanya menghabiskan seliter bahan bakar minyak untuk 12 kilometer tapi LCGC lebih panjang hingga 20 kilometer.
Segencar apa pun protes terhadap LCGC, harus diakui program ini mendatangkan investasi tak sedikit. Sekitar US$3 miliar investasi baru dari industri otomotif dan US$3,5 miliar dari 100 industri komponen baru.
Kini terealisasi pembangunan lima pbarik mobil baru dan 70 pabrik komponen otomotif. LCGC juga membuka 30.000 lapangan kerja baru di sektor manufaktur serta 40.000 orang untuk distribusi, komponen, diler, pemasaran, hingga layanan purnajual.