JAKARTA--Pemerintah mengindikasikan sekitar 30% dari total keseluruhan suku cadang kendaraan yang dipasarkan di Indonesia adalah produk palsu.
Maraknya pemalsuan disinyalir akibat selisih harga yang terlalu jauh antara komponen original dan suku cadang palsu.
Ahmad M. Ramli, Direktur Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (Haki) Kementerian Hukum dan Ham, menuturkan peredaran suku cadang kendaraan di Indonesia tergolong tinggi. Pembeli dominan adalah masyarakat pada kelas ekonomi paling bawah.
"Kami melihat mungkin sekitar 30% sparepart [yang beredar di pasar] palsu," ujarnya dalam seminar yang diselenggarakan Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI), Senin (25/2).
Pemalsuan suku cadang tersebut, kata Ramli, tak hanya merugikan produsen otomotif, tetapi juga membahayakan konsumen yang menggunakannya karena dibuat tanpa standar kualitas yang teruji.
“Selain melakukan razia, kami juga menghimbau kepada produsen agar menjual dengan harga yang lebih terjangkau. Kalau menjual mahal, tapi dibajak, itu lebih rugi dari pada memproduksi murah dan laku,” tuturnya.
Berdasarkan perhitungan Gunadi Sindhuwinata, Ketua Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI), nilai bisnis sepeda motor di Indonesia mencapai sekitar Rp75 triliun.
Sekitar 30% dari Rp75 triliun tersebut, lanjutnya, merupakan bisnis suku cadang.
“Jadi total nilai bisnis suku cadang itu sekitar Rp25 triliun. Itu bisa saja diisi dengan barang palsu,” katanya.
Estimasi tersebut, kata Gunadi, didasarkan pada aktivitas produksi motor dan suku cadang baru, serta total populasi motor yang mencapai 60 juta unit.
“Memakai komponen yang tidak original itu pasti standarnya beda sehingga bisa menimbulkan banyak masalah. Seperti rem dan rantai palsu, itu sangat membahayakan dan sangat tidak bertanggungjawab,” tegasnya.
Widyaretna Buenastuti, Ketua Masyarakat Indonesia Anti Pemalsuan (MIAP), menuturkan peredaran barang palsu di Indonesia tergolong tinggi, dengan perkiraan total kerugian langsung sebesar Rp27,5 triliun.
Apabila memperhitungkan dampak berganda yang ditimbulkan akibat aksi pelanggaran hak kekayaan intelektual (Haki) tersebut diestimasi mencapai Rp43,2 triliun.
Berdasarkan riset Lembaga Pengembangan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) FEUI terhadap 12 sektor industri pada 2010, permintaan suku cadang kendaraan palsu menempati urutan keempat terbesar setelah barang kulit, pakaian, dan peranti lunak.
Sekitar 60,5% dari total koresponden yang disurvei LPEM menyatakan pernah membeli komponen otomotif palsu.
“Ketika ditanya, apakah anda mau beralih ke komponen asli ketika tahu komponen yang anda beli palsu? 100% koresponden menyatakan tidak bersedia,” ujarnya.
Terdapat delapan faktor yang membuat tingginya minat beli masyarakat terhadap suku cadang palsu, yang utama adalah harga jual yang jauh lebih murah dibandingkan dengan produk original.
Alasan lainnya, a.l. pendapatan yang belum cukup untuk membeli produk asli, kulitas yang hampir sama, dan barang asli sulit dicari di pasar.
Kurangnya koordinasi antar-institusi, kata Widyaretna, menjadi tantangan terbesar untuk bisa melindungi hak kekayaan intelektual. Tantangan lainnya adalah lemahnya pengawasan, minimnya sosialisasi, dan kurangnya upaya produsen untuk memerangi pelanggaran Haki.