Bisnis.com, JAKARTA – Mobil listrik berbasis baterai (battery electric vehicle/BEV) dengan harga terjangkau kini berpotensi mengalami pergeseran segmentasi konsumen, hingga menyasar pembeli mobil pertama (first car buyer).
Adapun, produsen mobil listrik asal China, BYD Indonesia tengah menjadi sorotan publik, usai meluncurkan model city car terbarunya, BYD Atto 1 di ajang Gaikindo Indonesia International Auto Show atau GIIAS 2025.
Pasalnya, harga mobil listrik BYD itu beririsan dengan mobil low cost green car (LCGC). BYD Atto 1 itu dibanderol mulai dari Rp195 juta untuk varian Dynamic, sementara tipe Premium dihargai senilai Rp235 juta OTR Jakarta.
Presiden Direktur PT BYD Motor Indonesia Eagle Zhao, mengatakan, untuk BYD Atto 1, keterjangkauannya tidak hanya berasal dari harga pembelian. Namun juga dari biaya kepemilikan (total cost ownership) yang sangat kompetitif.
"Oleh karena itu, saya percaya semakin banyak orang yang akan memilih BYD Atto 1 sebagai mobil pertama mereka," ujar Eagle di GIIAS 2025, dikutip Rabu (6/8/2025).
Lebih lanjut dia mengatakan, terkait harga, perseroan telah melakukan studi mendalam terkait pasar di Indonesia, jauh sebelum meluncurkan sederet model kendaraannya di Indonesia.
Baca Juga
Sejak dua tahun lalu, BYD telah melakukan studi yang sangat komprehensif tentang segmen city car di Indonesia. Kami memilih Indonesia sebagai negara setir kanan pertama untuk meluncurkan BYD Atto 1. Kami sangat peduli dengan industri otomotif di sini," jelas Eagle.
Menurutnya, BYD adalah satu-satunya produsen mobil yang memiliki semua teknologi kunci, seperti baterai, motor listrik, bahkan semikonduktor. Tak hanya teknologi, BYD mampu memproduksi sendiri hampir semua komponen inti, kecuali ban dan kaca. Alhasil, hal itu juga berpengaruh terhadap penentuan harga jual kendaraannya.
Eagle pun mengaku terkejut bahwa dengan harga yang ditawarkan tersebut, BYD Atto 1 mendapatkan antusiasme yang tinggi di kalangan konsumen di Indonesia.
"Kami sangat terkejut bahwa harga terjangkau ini dapat diterima oleh semakin banyak pelanggan Indonesia. Sejak 18 bulan yang lalu, BYD mulai memperkenalkan merek kami dengan tiga model. Hingga saat ini, strategi penetapan harga kami sangat solid," katanya.
Alhasil, menurutnya, setiap merek otomotif di Indonesia memiliki portofolio produk dan segmentasi konsumen yang berbeda-beda. BYD pun berupaya untuk menetapkan strategi harga yang solid di pasar Tanah Air.
“Saya percaya bahwa dengan portofolio pasar yang berbeda, demografi pelanggan, dan situasi persaingan yang berbeda-beda. Hingga saat ini, kami berusaha sebaik mungkin untuk mempertahankan strategi penetapan harga yang sangat solid,” pungkas Eagle.
Spesifikasi BYD Atto 1
Adapun, BYD Atto 1 varian Dynamic mampu menempuh jarak hingga 300 kilometer, sedangkan varian Premium jarak tempuhnya sejauh 380 kilometer dengan pengujian NEDC.
Menilik spesifikasi singkatnya, BYD Atto 1 diklaim mampu menghasilkan tenaga 55kW dan torsi maksimum 135 Nm. Alhasil, untuk akselerasi dari 0 hingga 50 km per jam hanya membutuhkan waktu 4,9 detik.
Secara dimensi, BYD Atto 1 memiliki panjang 3.925 mm, lebar 1.720 mm, dan tinggi 1.590 mm. Mobil itu memiliki struktur bodi yang kuat serta 6 airbag varian premium sehingga memberikan perlindungan maksimal bagi pengendara.
Beralih ke bagian interior, BYD Atto 1 dibekali 10,1 inci intelligent touch screen yang bisa terkoneksi dengan Apple Carplay dan Android Auto. Selain itu, ada fitur Rear Parking Camera dengan 3 parking sensor, serta fitur Cruise Control.
Mengacu data Gaikindo, penjualan wholesales BYD pada Januari-Juni 2025 sebanyak 14.092 unit, sedangkan penjualan ritel alias dari dealer ke konsumen tembus 13.705 unit.
Leasing Kaji Ulang Aturan Kredit EV
Di lain sisi, perusahaan pembiayaan atau leasing PT Adira Dinamika Multi Finance Tbk (ADMF) atau Adira Finance tengah mengkaji ulang regulasi untuk pembiayaan mobil listrik (BEV) seiring dengan maraknya model BEV di harga sekitar Rp200 jutaan.
Head of Branch SSD Adira Finance Ahmad Fauzi mengatakan, sejauh ini, perusahaan menetapkan regulasi bahwa pembiayaan kendaraan listrik harus minimal mobil kedua. Artinya, debitur yang mengajukan kredit mobil listrik, harus sudah memiliki mobil sebelumnya.
“Kalau saat ini memang regulasinya di kami harus minimal mobil kedua. Tapi mungkin dengan munculnya mobil EV khususnya passenger segmen yang murah, mungkin saat ini regulasinya sedang dikaji ulang,” ujar Ahmad Fauzi saat ditemui di ICE BSD, Tangerang, dikutip Rabu (6/8).
Lebih lanjut dia mengatakan, sebelumnya Adira Finance memandang bahwa orang yang membeli mobil listrik berasal dari kalangan menengah ke atas. Namun, seiring dengan banyaknya mobil listrik harga terjangkau, perseroan melihat adanya pergeseran tren konsumen mobil listrik.
“Dengan adanya segmen yang baru keluar, yang harganya di bawah Rp200 juta ini, mungkin Adira akan mengkaji ulang regulasinya dan akan mempelajari dari sisi manajemen risikonya. Karena segmennya tentu yang disasar anak muda, mahasiswa, yang akan menggeser segmen yang tadinya dari menengah atas ke middle low,” jelasnya.
Hal itu sejalan dengan meluncurnya BYD Atto 1 yang dibanderol mulai dari Rp195 juta-Rp235 juta OTR Jakarta, atau setara mobil LCGC yang identik dengan konsumen first car buyer.
Selain itu, ada juga Wuling Air EV Lite Standard Range dibanderol mulai Rp184 jutaan, disusul Air EV Lite Long Range dihargai Rp195 jutaan, dan Air EV Pro dihargai Rp252 jutaan.
Tak ketinggalan, New Binguo EV Lite dibanderol mulai Rp279 jutaan, sedangkan New Binguo EV Pro seharga Rp332 jutaan.
Alhasil, Fauzi mengatakan konsumen potensial mobil listrik saat ini adalah generasi Z atau milenial yang baru pertama kali memasuki dunia kerja secara profesional (first jobber).
“Nah di sisi lain memang kami melihat aturan yang kemarin kami keluarkan di awal untuk yang mobil kedua itu, mungkin ke depannya akan sedikit bisa disesuaikan dengan kebutuhan market,” pungkasnya.
Pergeseran Tren Konsumen
Pengamat otomotif dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Yannes Martinus Pasaribu pun mengamini bahwa memang terjadi tren pergeseran konsumen pada mobil listrik.
Menurutnya, Indonesia mampu mencapai target penjualan BEV sebesar 60.000 unit pada 2025, jika semua kebijakan insentif pemerintah dipastikan dapat berujung pada dukungan harga yang signifikan bagi konsumen.
"Sehingga mampu membuat semakin banyak varian produk BEV dengan range harga Rp150 juta-Rp400 juta yang mampu meningkatkan daya saing harga BEV yang lebih terjangkau dan teknologi yang lebih canggih terhadap LCGC ICE konvensional," ujar Yannes kepada Bisnis.
Selain itu, menurutnya generasi milenial dan gen Z kini sudah mulai menggandrungi mobil listrik karena teknologi teranyar yang ditawarkan.
"Serta adanya pergeseran pasar ke kelompok milenial dan gen Z awal yang semakin menginginkan produk dan desain terbaik, teknologi terbaru, pengalaman terbaik dengan harga terbaik. Tetapi mereka masih memiliki daya beli yang belum terlalu kuat," pungkas Yannes.
Perlu diketahui, pemerintah telah mengguyur insentif untuk mobil listrik. Mengacu Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 12 Tahun 2025, pemerintah telah memberikan insentif PPN DTP 10% untuk mobil listrik completely knocked down (CKD).
Lalu, PPnBM DTP untuk impor mobil listrik secara utuh atau completely built up (CBU) dan CKD sebesar 15%, serta pembebasan bea masuk impor mobil listrik CBU.