Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Gaikindo Wanti-Wanti Risiko Pelonggaran TKDN: Jangan Sampai Industri Otomotif Ambruk!

Gaikindo meminta pemerintah untuk lebih berhati-hati sebelum membuat kebijakan pelonggaran TKDN, agar tidak berimbas negatif terhadap industri otomotif nasional
Karyawan membersihkan mobil disalah satu showroom mobil bekas di Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Bisnis/Abdurachman
Karyawan membersihkan mobil disalah satu showroom mobil bekas di Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Bisnis/Abdurachman

Bisnis.com, JAKARTA — Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) mewanti-wanti risiko terkait rencana pemerintah yang ingin melonggarkan aturan tingkat komponen dalam negeri (TKDN).

Ketua Umum Gaikindo Yohannes Nangoi mengatakan, industri otomotif di Indonesia sudah dibangun selama puluhan tahun yang juga tak lepas dari pemanfaatan komponen dalam negeri.

Alhasil, pemerintah diminta untuk lebih berhati-hati sebelum membuat kebijakan, agar tidak berimbas negatif terhadap industri otomotif nasional.

"Industri otomotif kita sudah dibangun puluhan tahun lho ya. Kita tidak mau bahwa industri ini ambruk. Nanti tentunya kita akan koordinasikan dengan pemerintah untuk hal tersebut," ujar Nangoi di Jakarta, dikutip Kamis (17/4/2025).

Perlu diketahui, dengan adanya aturan TKDN, selain meningkatkan investasi dalam negeri, juga membantu perekonomian para pelaku industri komponen otomotif lokal yang menjadi bagian dari rantai pasok otomotif.

Sejumlah pabrikan mobil pun telah berkomitmen untuk membangun fasilitas perakitan di Indonesia dengan menggelontorkan investasi senilai ratusan triliun rupiah, diantaranya yakni Toyota, Daihatsu, Mitsubishi hingga Hyundai. 

"Justru itu, makanya saya bilang. Kami sudah membangun industri otomotif bukan baru setahun. Puluhan tahun kita bangun, sampai lahir yang namanya Agya, Ayla dengan 92% komponen lokal," jelasnya.

Apalagi, dengan adanya risiko perang dagang akibat ketidakpastian tarif impor dari Amerika Serikat (AS), berbagai negara justru meningkatkan proteksi terhadap produk dalam negeri. 

Nangoi pun mewanti-wanti risiko bahwa Indonesia akan kebanjiran produk impor di tengah gejolak ketidakpastian ekonomi global. Alhasil, pemerintah dinilai perlu lebih berhati-hati dan tidak terburu-buru dalam memutuskan pelonggaran TKDN.

Apalagi, penjualan mobil nasional sejauh ini masih belum bergairah. Sepanjang kuartal I/2025, penjualan mobil wholesales turun 4,7% menjadi 205.160 unit, dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya sebanyak 215.250 unit.

Suasana penjualan mobil di suatu lokasi
Suasana penjualan mobil di suatu lokasi

Penjualan mobil secara ritel pun susut 8,9% menjadi 210.483 unit, dibandingkan 3 bulan pertama 2024 sebanyak 231.027 unit.

"Nah, ini tentunya jadi bahan pertimbangan pemerintah. Juklak [petunjuk pelaksanaan]-nya kan belum keluar, nanti kita lihat. Rasanya aman-aman saja. Saya tidak punya hak untuk menolak atau setuju. Tetapi yang jelas kita mengimbau supaya diputuskan dengan baik," pungkas Nangoi.

Untung Rugi Pelonggaran TKDN

Wacana pelonggaran TKDN itu mencuat usai Presiden Prabowo Subianto meminta kepada jajaran kementerian/lembaga untuk merevisi aturan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) yang lebih fleksibel dan realistis guna meningkatkan daya saing.

Pernyataan tersebut disampaikan Prabowo di hadapan pengusaha, ekonom hingga akademisi pada acara Silaturahmi Ekonomi Bersama Presiden RI di Menara Mandiri, Jakarta, Selasa (8/4/2025).

Menurutnya, TKDN yang dipaksakan dapat berpotensi memicu penurunan daya saing industri. Meskipun dia mengakui kebijakan TKDN diberlakukan dengan niat baik dan demi kepentingan bangsa.  

"Tetapi kita harus realistis, TKDN dipaksakan akhirnya kita kalah kompetitif. TKDN fleksibel saja lah, mungkin diganti dengan insentif," kata Prabowo dalam agenda Sarasehan Ekonomi, Selasa (8/4/2025).

Pakar Otomotif dan Akademisi Institut Teknologi Bandung (ITB) Yannes Martinus Pasaribu mengatakan, revisi aturan TKDN di industri otomotif oleh pemerintah Prabowo menawarkan peluang strategis untuk meningkatkan investasi asing dan daya saing global. Meski demikian, ada juga ancaman di baliknya.

"Revisi TKDN harus diimbangi dengan langkah taktis agar Indonesia tidak terjebak ketergantungan impor, bahkan mematikan industri komponen tier 1 hingga tier 3 yang ada, sehingga berdampak PHK," ujar Yannes kepada Bisnis, Rabu (9/4/2025).

Sisi positifnya, menurutnya revisi TKDN akan membuat para investor baru mungkin lebih tertarik membangun fasilitas perakitan di Indonesia, jika mereka tidak terbebani target TKDN yang sulit dipenuhi dalam waktu dekat.  

"Ini sangat menarik bagi pabrikan China seperti BYD, Geely atau Chery, yang ingin masuk pasar Indonesia tanpa harus membangun ekosistem komponen lokal dari nol. Mereka bisa memulai dengan impor komponen utama, misalnya baterai EV atau sistem penggerak, sambil membangun fasilitas perakitan," katanya.

Lebih lanjut dia mengatakan, pabrikan tersebut dapat lebih cepat memulai dengan investasi awal lebih kecil membangun pabrik perakitan berbasis CKD (completely knocked down) daripada produksi penuh, memanfaatkan insentif pajak dan biaya produksi yang lebih rendah.

Di lain sisi, dia juga menekankan bahwa revisi TKDN tersebut perlu dilakukan dengan penuh kehati-hatian dan terus dicermati prosesnya berdasarkan pemikiran jangka panjang yang berorientasi pada penguatan potensi sumber daya dalam negeri.

Sebab, dampak negatifnya dalam jangka pendek, jika tidak dibangun regulasi yang memastikan industri lokal terlindungi, ratusan perusahaan lokal tier-1 dan tier-2 yang memproduksi komponen otomotif bisa kehilangan pasar, terutama jika mereka tidak mampu bersaing dalam hal harga atau kualitas.

"Lalu, industri komponen lokal yang menyerap banyak tenaga kerja, sulit bersaing dengan komponen impor karena kelonggaran TKDN, industri lokal ini bisa kehilangan pasar, sehingga ujungnya berpotensi mengurangi produksi, PHK, hingga penutupan pabriknya," pungkasnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Rizqi Rajendra
Editor : Leo Dwi Jatmiko
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper