Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintahan baru yang akan dipimpin oleh presiden dan wakil presiden terpilih, Prabowo Subianto - Gibran Rakabuming Raka berkomitmen untuk melanjutkan kebijakan hilirisasi nikel guna mendorong ekosistem kendaraan listrik (EV) di Indonesia dari hulu ke hilir.
Artinya, dengan adanya program hilirisasi nikel, maka para pabrikan yang akan memproduksi baterai berbasis nikel di RI akan mendapatkan bahan baku dengan harga yang lebih murah sehingga biaya produksi lebih efisien.
Kendati demikian, sejumlah agen pemegang merek (APM) masih belum menggunakan baterai nikel, melainkan baterai jenis lithium ferro phosphate (LFP), di antaranya yakni BYD, Wuling, hingga Chery.
Head of Marketing & Communication PT BYD Motor Indonesia Luther T. Panjaitan mengatakan, sejauh ini produk mobil listrik BYD masih menggunakan baterai LFP. Namun, tidak menutup kemungkinan bagi BYD untuk memproduksi baterai EV berbasis nikel.
"Mengenai bahan baku, BYD adalah salah satu perusahaan baterai terbesar di dunia dan cukup lama berkecimpung di bisnis ini. Kami memiliki pilihan skema teknologi lengkap yang memungkinkan untuk bahan baku apa saja," ujar Luther kepada Bisnis, dikutip Jumat (18/10/2024).
Kendati demikian, dia mengatakan bahwa BYD perlu melakukan studi komprehensif yang lebih mendalam terkait kebutuhan pasar agar bisa berjalan optimal.
Baca Juga
Sayangnya, BYD belum dapat membeberkan sejauh mana progres pengembangan baterai EV di Indonesia. Yang jelas, untuk fasilitas produksi mobil listrik BYD di Subang, Jawa Barat akan segera beroperasi pada 2026.
Saat ini, ada empat model mobil BYD yang tersedia di Indonesia, yaitu BYD M6 di segmen MPV, BYD Atto 3 di segmen SUV, lalu hatchback BYD Dolphin, serta sedan BYD Seal.
Selain BYD, ada juga Wuling yang masih menggunakan baterai jenis LFP. Perlu diketahui, Wuling menggelontorkan investasi senilai US$500 juta atau sekitar Rp7,5 triliun (asumsi kurs Rp15.000 per dolar AS), untuk membangun pabrik baterai kendaraan listrik di Indonesia pada akhir tahun ini.
"Pabrik baterai EV Wuling yang berlokasi di Cikarang, Jawa Barat itu memiliki kapasitas produksi hingga 20.000 unit baterai per tahun," ujar Liu Yan, Marketing Operation Director Wuling Motors, belum lama ini.
Adapun, baterai Wuling EV yang nanti diproduksi di dalam negeri ini dinamai MAGIC Battery. Nama MAGIC merupakan singkatan dari Multifunction Unitized Structure Technology, Advanced Cell Safety, Greater Performance, Intelligent Management, dan Combustion Free.
Sederet mobil listrik Wuling yang masih menggunakan baterai berbasis LFP yakni Wuling Air ev, Wuling Binguo EV, dan Wuling Cloud EV.
Tak ketinggalan, mobil listrik asal China lainnya yakni Chery Omoda E5 rakitan lokal masih menggunakan baterai LFP.
Head of Marketing PT Chery Sales Indonesia M. Ilham Pratama mengatakan, saat ini baterai yang digunakan untuk mobil listrik Omoda E5 masih diimpor dari China. Nantinya Chery akan menggunakan baterai lokal untuk menyesuaikan peta jalan yang disesuaikan oleh pemerintah.
“Chery berencana pada tahun 2026 akan menggunakan local battery,” katanya kepada Bisnis, Senin (15/7/2024).
Sejumlah mobil listrik China lainnya yang memakai baterai LFP di antaranya Morris Garage (MG) 4 EV, MG ZS EV, Neta V, hingga DFSK Gelora E.
Menanti Skema Kebijakan Pemerintahan Prabowo
Pakar otomotif dan akademisi Institut Teknologi Bandung (ITB) Yannes Martinus Pasaribu mengatakan, terkait dengan beberapa APM asal China yang berencana membangun pabrik baterai di Indonesia, sebagian besar dari kelas middle level (non premium) memang masih menggunakan baterai LFP.
Namun, menurutnya pemerintahan baru yang dipimpin oleh Prabowo berpeluang untuk menerbitkan kebijakan yang mewajibkan APM mengembangkan baterai nikel untuk mobil listrik BEV, dalam rangka mendorong hilirisasi nikel.
"Pemerintah bisa saja menetapkan kebijakan insentif fiskal dan non-fiskal bagi APM yang menggunakan baterai berbasis nikel dalam produksi kendaraan listriknya, baik itu berupa pengurangan pajak, subsidi, kemudahan perizinan, dan lainnya," ujar Yannes kepada Bisnis, Jumat (18/10/2024).
Lebih lanjut, dia mengatakan, pemerintah juga bisa juga menetapkan standar tingkat komponen dalam negeri (TKDN) yang lebih tinggi untuk kendaraan listrik dengan baterai berbasis nikel. Hal ini akan mendorong APM untuk menggunakan komponen lokal, termasuk baterai berbasis nikel, dalam produksi kendaraan listriknya.
"Pemerintah juga dapat memberlakukan regulasi yang mewajibkan penggunaan baterai berbasis nikel untuk kendaraan listrik tertentu, misalnya kendaraan listrik untuk keperluan pemerintah atau angkutan umum. Yang jelas, kunci strategi dan kebijakan ada di pemerintah baru nanti," katanya.
Namun, di sisi lain, pemerintah juga perlu mempertimbangkan soal kesiapan industri dalam negeri, harga dan keterjangkauan baterai berbasis nikel, sambil menjaga keseimbangan antara mendorong hilirisasi nikel dan memberikan kebebasan bagi APM untuk memilih teknologi baterai yang sesuai dengan kebutuhan pasar.
Dia menjelaskan, sejatinya ada beberapa produsen mobil premium China yang menggunakan baterai nikel, seperti NIO, XPeng, Li Auto, GAC Aion dan Zeekr. Alhasil, meskipun LFP memiliki keunggulan dalam hal keamanan dan harga yang membuat produk BEV jadi lebih murah untuk saat ini, namun baterai nikel masih menjadi pilihan yang populer untuk BEV.