Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah melalui Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) tengah menggodok kebijakan yang akan mengatur peta jalan sektor otomotif nasional.
Adapun, salah satu rencana kebijakannya yaitu melarang penjualan kendaraan baru yang menggunakan bahan bakar minyak (BBM) atau internal combustion engine (ICE). Hal itu untuk mendorong adopsi kendaraan listrik (electric vehicle/EV).
Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kemenko Marves Rachmat Kaimuddin mengatakan sejauh ini mekanisme kebijakan pelarangan mobil baru berbasis BBM tersebut sedang dirumuskan.
"Konteksnya seperti ini, karena Indonesia itu punya target net zero emission di 2060 atau lebih cepat, berarti suatu ketika kita harus mulai setop penjualan kendaraan beremisi. Biasanya itu 15 tahun sebelum target net zero," ujar Rachmat kepada Bisnis, pada Kamis (22/8/2024).
Artinya, dia menegaskan di Indonesia paling lambat pada 2045 semua kendaraan baru harus zero emission vehicle alias bebas emisi.
Sejauh ini, rancangan strategi dan roadmap sektor otomotif nasional itu telah dibahas oleh lintas kementerian dan lembaga terkait, di antaranya Kemenko Marves, Kemenko Perekonomian, Kementerian Perindustrian, Kementerian ESDM, hingga Kementerian PPN/Bappenas.
Berdasarkan timelinenya, pembahasan terkait pembuatan strategi dan peta jalan sektor otomotif nasional itu dimulai (kick off) pada pekan keempat Juli 2024.
Selanjutnya sejak pekan pertama hingga pekan keempat Agustus 2024, sudah dilakukan berbagai focus group discussion (FGD) nasional dengan pembahasan seputar tantangan dan aspirasi sektor, kebijakan industri dan rantai pasok, hingga kebijakan pendukung lainnya.
Setelah melalui berbagai FGD tersebut, kemudian pemerintah menetapkan target, peta jalan, dan rekomendasi kebijakan pada pekan terakhir Agustus 2024.
Di lain sisi, Asisten Deputi Kemenko Marves Firdausi Manti mengatakan sejauh ini pasokan sumber energi di Indonesia masih ketergantungan tinggi terhadap impor dan subsidi BBM.
"Berdasarkan data kami, rata-rata nilai impor BBM dari 2019-2023 itu mencapai Rp250 triliun per tahun karena permintaan kita hanya dapat dipenuhi 40% produksi lokal, sisanya impor," ujarnya dalam acara AEML Knowledge Exchange Forum pada Kamis (22/8).
Pada periode yang sama, rata-rata nilai subsidi BBM per tahun juga tercatat sebesar Rp119 triliun per tahun.
Alhasil, dengan dengan dana jumbo impor dan subsidi BBM itu, kendaraan bermotor menyumbang emisi besar dengan kontribusi 23%, atau terbesar kedua setelah pembangkit listrik sebesar 42%.
Menurutnya, tingginya produksi emisi dari kendaraan itu tidak hanya dikarenakan populasi, melainkan juga kualitas BBM yang masih rendah, karena masih belum bisa seperti standar Euro 4 ataupun Euro 5 di berbagai negara maju.
Kendati demikian, Firdausi pun tidak menampik bahwa dampak dari industri otomotif sangat signifikan bagi perekonomian Indonesia. Buktinya, pada 2023 Indonesia tercatat memproduksi 1,4 juta unit mobil dengan nilai ekspor sebesar Rp100 triliun atau sekitar 41% dari produksi.
Tak hanya itu, industri otomotif juga menyumbang kontribusi Rp196 triliun terhadap PDB pada 2023 serta menyerap lebih dari 1,5 juta tenaga kerja.