Bisnis.com, JAKARTA- Memasuki akhir tahun ini, pelaku industri otomotif harap cemas kinerja penjualan mobil. Dari proyeksi 1,05 juta unit, tersisa dua bulan untuk mengejar realisasi penjualan yang hingga Oktober mencapai 836.048 unit.
Pada tahun lalu, penjualan mobil mengoleksi 1,048 juta unit. Padahal, target tahun ini dipatok tumbuh tipis dari kinerja 2022.
Optimisme terungkitnya penjualan mobil itupun bertahan hingga paruh pertama tahun ini. Tercatat selama periode Januari-Juni 2023, penjualan mobil masih berada pada kisaran 506.000 unit, tumbuh 6% dibandingkan 475.000 unit periode sama tahun lalu.
Praktis bisa dikatakan pertumbuhan selama paruh pertama tahun ini merupakan tren kelanjutan pemulihan pasar sejak semester II/2022. Persoalan kemudian, penjualan mobil kembali menurun jelang akhir tahun.
Pelambatan pasar otomotif inipun diakui pelaku industri. PT Astra Daihatsu Motor (ADM) yang merupakan anak usaha Astra International Tbk atau ASII bahkan hanya berharap dapat menutup penjualan sepanjang 2023 dengan capaian yang kurang lebih sama dengan kinerja tahun lalu.
Di sisi lain, ADM masih mengemas pertumbuhan penjualan hingga Oktober tahun ini. Data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia atau Gaikindo menunjukkan penjualan Daihatsu secara wholesales mencapai 161.650 unit, naik 2,4% dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebanyak 157.887 unit.
Baca Juga
Kontribusi paling besar terhadap penjualan Daihatsu sampai dengan Oktober 2023 adalah GrandMax, Sigra, serta Terios.
Marketing Director and Corporate Planning and Communication Director PT ADM Sri Agung Handayani mengatakan memasuki paruh kedua 2023, calon konsumen cenderung wait and see sebelum melakukan pembelian.
Hal ini lantaran calon konsumen masih melihat eskalasi dari tegangan politik jelang Pemilu 2024, serta nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang terbilang fluktuatif sepanjang tahun ini.
“Setidaknya tahun ini ditutup sama seperti tahun lalu. Harapannya lebih baik,” ujar Agung di Jakarta, Senin (27/11/2023).
Kenaikan suku bunga bank Indonesia (BI) menjadi 6% pun menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi penjualan, mengingat 70-80% dari konsumen Daihatsu membeli mobil baru dengan menggunakan skema kredit.
KENDALA PENJUALAN MOBIL
Sekretaris Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Kukuh Kumara juga mengakui sejak September, pertumbuhan mulai melambat. Bahkan dari sisi wholesales hingga Oktober turun tipis atau stagnan dibandingkan tahun lalu.
“Penyebabnya ada dua sisi, internal maupun eksternal. Dari sisi internal, kita menghadapi kelesuan pasar dan cenderung konsumen menunggu,” ungkapnya.
Hal ini ditambah dengan kondisi eksternal. Seperti diketahui, data ekonomi Amerika Serikat selalu mempengaruhi pilihan investasi masyarakat.
Teranyar, data inflasi AS yang membuat dolar menguat, memicu orang-orang menyimpan uang dalam bentuk dolar, tidak dibelanjakan. “Dari sisi permintaan juga gembos dengan adanya faktor eksternal tersebut,” simpul Kukuh.
Di sisi lain, pertaruhan kinerja penjualan mobil tahun inipun seolah mengekalkan stagnasi sejak sedekade silam. Penjualan mobil tidak bisa melampaui kisaran 1 juta unit sejak 2013 hingga sekarang.
Hal inilah yang menjadi kerentanan industri otomotif nasional, seiring sesaknya pasar dengan berbagai pendatang baru. Hingga kini, kapasitas produksi pabrik mobil di Indonesia telah berada di kisaran 2,5 juta unit, dengan utilisasi berkisar 60%.
PUKULAN PANDEMI
Menutur Ekonom Fakultas Ekonomi & Bisnis Universitas Gadjah Mada Amirullah Setya Hardi, stagnasi penjualan mobil tidak bisa dihindarkan, seiring pertumbuhan ekonomi yang terpukul akibat pandemi Covid-19.
Meskipun pada tahun berjalan pertumbuhan ekonomi berkisar pada 4,5-5%, belum cukup untuk merangsang pertumbuhan penjualan mobil di Tanah Air. “Sebabnya, tingkat pertumbuhan yang saat ini tersebut, dari kondisi perekonomian yang menyusut. Perekonomian nasional seperti setback ke 2018,” jelasnya beberapa waktu lalu saat berbincang di UGM.
Bertolak dari kondisi demikian, Amirullah menilai tingkat pertumbuhan yang dibutuhkan demi mendongkrak penjualan mobil melampaui 1 juta unit, sekitar 12,5% per tahun. “Ini kalau mau tetap di dalam trek pertumbuhan pasar,” tambahnya.
Di samping itu, Amirullah menegaskan kebijakan terkait industri otomotif bersifat strategis, karena menyangkut ekosistem dari hulu hingga hilir. “Industri ini melibatkan banyak komponen dan industri pendukung, sehingga dibutuhkan kebijakan yang strategis dan konsisten,” simpulnya.
Konsistensi kebijakan itu, jelasnya, diperlihatkan negara-negara rival terdekat Indonesia, seperti Thailand dan Malaysia. Mereka, lanjut Amirullah, telah menyusun rumusan pengembangan basis produksi lokal yang ajeg dan rasional.
“Di kita, kalau dipahami, apa yang hendak dikembangkan oleh pemerintah untuk menarik investasi dan penguatan industri otomotif itu seperti tidak konsisten,” jelasnya.
Amirullah melihat kehilangan momentum terbesar adalah tindaklanjut dari program LCGC yang masih berbasis ICE (Internal Combution Engine). Padahal, segmen LCGC inilah yang membawa penjualan mobil pada sedekade silam berhasil menggapai angka 1 juta unit hingga sekarang.
“Kalau dilihat, sekarang ini LCGC seperti tidak menarik lagi bagi produsen. Sebaliknya pemerintah malah melompat kebijakannya [menuju BEV], sedangkan pasarnya masih membutuhkan low end yang cukup besar,” tukas Amirullah.