Bisnis.com, JAKARTA — Maruti Suzuki tengah mengeksplorasi peluang memperkenalkan kendaraan hijau di luar mobil listrik seperti teknologi hybrid, dan beberapa bahan bakar alternatif lainnya.
Dilansir dari Nikkei Asia pada Senin (16/10/2023), beberapa bahan bakar alternatif tersebut adalah hidrogen, gas alam terkompresi, hingga bahan bakar yang terbuat dari campuran bensin dan etanol.
Direktur Eksekutif Maruti Suzuki Rahul Bharti mengatakan untuk memimpin pasar dengan penjualan tinggi perlu adanya fokus terhadap seluruh teknologi yang layak untuk diperjualbelikan secara komersial.
Maruti Suzuki saat ini menghadapi menyusutnya penjualan untuk segmen mobil kecil yang notabene menjadi pemain dominan cukup lama. Catatan keselamatan yang buruk menjadi faktor menyusutnya penjualan segmen ini.
Salah satu upaya yang akan dilakukan oleh Maruti Suzuki adalah dengan menyederhanakan fasilitas produksinya.
Sejauh ini Maruti memiliki dua pabrik di negara bagian Haryana, sedangkan Suzuki memiliki pabrik melalui Suzuki Motor Gujarat (SMG), anak perusahaan yang dimiliki sepenuhnya oleh Suzuki.
Baca Juga
Ketiga pabrik tersebut pun akan mulai beroperasi pada Maret 2024 di bawah naungan Maruti. Sementara SMG akan menjadi entitas yang sepenuhnya dimiliki oleh cabang India dan anak perusahaan konsolidasi Suzuki.
Maruti Suzuki berupaya untuk meningkatkan kapasitas produksinya menjadi 4 juta unit pada tahun fiskal yang berakhir Maret 2031. Saat ini pun, perusahaan tersebut sedang menyiapkan dua pabrik baru yang kapasitasnya masing-masing mencapai 1 juta unit.
“Jika kami harus membuat beberapa powertrain di beberapa lokasi, itu menjadi sedikit rumit. Akan menjadi lebih mudah jika semua ini berada dalam kendali terpusat dengan Maruti Suzuki," kata Bharti.
Mengenai prospek kendaraan listrik, Maruti Suzuki masih akan berhati-hati meski para pesaingnya sudah melaju kencang di pasar India. Adapun, Maruti berencana menjual kendaraan listrik pertamanya pada 2025, sedangkan Tata Motors, Hyundai Korea Selatan, dan BYD Tiongkok telah meluncurkan produk BEV.
Para analis pun memperingatkan Maruti Suzuki untuk membuktikan diri dan mengejar ketertinggalan dari Tata dan BYD seiring dengan memanasnya pasar persaingan kendaraan listrik.
Analis BNP Paribas Securities Kumar Rakesh mengatakan belum adanya produk kendaraan listrik dari Maruti Suzuki membuat perusahaan tersebut kehilangan momentum dalam pergerakan awal.
“Itu jelas merupakan risiko yang perlu diwaspadai,” katanya.
Meski demikian, dia menyebut hal tersebut bukanlah suatu kekhawatiran besar lantaran setidaknya diperlukan dua sampai tiga tahun menuju elektrifikasi pada industri kendaraan penumpang.
Penjualan kendaraan listrik di India mencapai 50.000 unit pada 2022, naik hampir empat kali lipat dibandingkan 2021. Jumlah tersebut pun berkontribusi sekitar 1,5 persen dari total penjualan mobil berdasarkan International Energy Agency.
Pemerintah India juga bertujuan untuk meningkatkan pangsa pasar kendaraan listrik menjadi 30 persen pada 2030 dengan memberikan subsidi bagi konsumen, produsen, serta pemasok kendaraan listrik. Subsidi juga akan diberikan untuk membangun infrastruktur pengisian daya.
Meski pemerintah India memiliki target ambisius, para analis menyebut pasar kendaraan listrik di India masih dalam tahap awal.
Analis sektor otomotif di SMIFS Amit Hiranandani mengatakan terdapat kesenjangan besar dalam elektrifikasi penuh pada mobil di India. Selain itu, minimnya infrastruktur pengisian daya yang memadai juga akan menghambat adopsi kendaraan listrik.
“Total biaya kepemilikan mobil listrik masih lebih tinggi dibandingkan mobil berbahan bakar bensin dan [gas alam terkompresi],” katanya.
Sementara CEO Nakanishi Research Institute Takaki Nakanishi mengatakan pasar otomotif India akan berkembang dengan cara yang unik seiring adanya ruang untuk kendaraan listrik, serta bahan bakar alternatif lainnya.