Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenkomarves) memastikan produsen mobil listrik asal Vietnam, yakni VinFast akan investasi di Indonesia.
Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kemenko Marves, Rachmat Kaimuddin, mengatakan sejauh ini sudah terdapat sekitar lebih dari lima perusahaan asing yang akan menanamkan modalnya untuk mobil listrik di Indonesia.
Dua di antara perusahaan mobil listrik tersebut adalah BYD dari China, dan juga VinFast dari Vietnam.
“Saat ini sudah ada sekitar lebih dari lima [perusahaan] kayaknya. BYD saya tunggu aja. VinFast sudah ngomong kan dia udah ngomong di publik dia bilang mau [investasi di Indonesia],” ujar Rachmat di kantor Kemenperin, Rabu (27/9/2023).
Pada pemberitaan Bloomberg dikutip Rabu (27/9/2023), VinFast berencana mulai mengirimkan kendaraan listriknya mulai 2024 dan membangun pabrik pada 2026. Pabrik tersebut memiliki kapasitas produksi sekitar 30.000 unit sampai 50.000 unit per tahunnya.
Dalam dokumen pengajuan F-1 ke Komisi Sekuritas dan Bursa AS, VinFast merencanakan pengiriman model VF e34 dan VF 5 di Indonesia pada 2024.
Baca Juga
Nilai investasi VinFast untuk Indonesia berada di kisaran US$150 juta sampai US$200 juta atau setara Rp2,31 triliun sampai Rp3,09 triliun (kurs Rp15.464).
Di sisi lain, Rachmat mengatakan pemerintah sedang menunggu proses harmonisasi untuk penghapusan pajak pertambahan nilai (PPN) impor CBU mobil listrik.
“Sekarang lagi proses harmonisasi ya lagi proses penyelesaian. Jadi, kami juga lagi menunggu, tapi proses diskusinya sudah selesai ya. Kami tinggal menunggu dari Kemenkumham dan Setneg,” tuturnya.
Lebih lanjut, dia mengatakan langkah penghapusan PPN untuk impor CBU mobil listrik bukan untuk membuka keran impor, melainkan untuk memberi ruang bagi para investor untuk melakukan tes pasar mobil listrik di Indonesia.
Dia pun menyebut nantinya mobil listrik yang diimpor secara CBU akan dianggap sebagai ‘utang’ produksi, sehingga para investor yang sudah berkomitmen untuk investasi nantinya harus memproduksi jumlah mobil listrik sesuai dengan jumlah yang telah diimpor.
“Jadi misalnya sampai 2025 dia impor jumlah tertentu terus sampai 2027 dia harus produksi jumlah yang sama dan harus memenuhi TKDN,” jelasnya.