Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rupiah Melemah, Harga Barang Otomotif Terancam Makin Mahal

Ginsi khawatir sejumlah harga barang di Indonesia, utamanya barang dengan bahan baku impor seperti otomotif, menjadi makin mahal jika nilai tukar Rupiah melemah
Pekerja menyelesaikan pembuatan komponen otomotif di pabrik PT Dharma Polimetal Tbk. (DRMA) di Cikarang, Bekasi, Jawa Barat, Selasa (20/9/2022). Bisnis/Suselo Jati
Pekerja menyelesaikan pembuatan komponen otomotif di pabrik PT Dharma Polimetal Tbk. (DRMA) di Cikarang, Bekasi, Jawa Barat, Selasa (20/9/2022). Bisnis/Suselo Jati

Bisnis.com, JAKARTA - Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (Ginsi) mengungkapkan sejumlah harga barang di Indonesia, utamanya barang dengan bahan baku impor, menjadi tidak kompetitif jika nilai tukar Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat melemah.

Seperti diketahui, Rupiah hanya menguat 1,2 persen (year-to-date/ytd) dibandingkan dengan apresiasi 1,78 persen hingga 23 Agustus atau 6 persen pada semester I/2023.

Ketua Logistik dan Perhubungan Ginsi Erwin Taufan menyampaikan, pelemahan Rupiah terhadap dolar AS sangat berdampak terhadap para pengusaha importir lantaran bahan baku impor menjadi lebih mahal.

Misalnya, industri otomotif, di mana beberapa komponen-komponennya harus diimpor untuk merakit kendaraan bermotor. 

“Otomatis di dalam negeri itu harganya jadi tidak kompetitif,” kata Erwin kepada Bisnis, Kamis (21/9/2023).

Kendati demikian, dia menyebut dampak yang dirasakan importir belum signifikan dari melemahnya Rupiah terhadap dolar AS. Justru, dia menyoroti lambannya pemerintah dalam merevisi Peraturan Pemerintah (PP) No.28/2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perindustrian, lantaran aturan tersebut memberikan dampak yang luar biasa bagi para importir.

Dalam pasal 19, diatur bahwa impor bahan baku atau bahan penolong hanya boleh dilakukan oleh perusahaan industri yang memiliki nomor induk berusaha yang berlaku sebagai Angka Pengenal Importir Produsen (API-P). 

Sedangkan, bagi industri kecil dan menengah yang tidak dapat melakukan importasi sendiri dapat dilakukan oleh pusat penyedia bahan baku dan atau bahan penolong yang memiliki nomor induk berusaha yang berlaku sebagai Angka Pengenal Importir Umum (API-U).

Adanya aturan ini, lanjut dia, membuat para pelaku usaha tidak dapat berusaha dengan maksimal. Apalagi, dari Desember 2022 hingga saat ini, revisi PP No.28/2021 tak kunjung terdengar lagi kabarnya. 

“Spesifiknya kalau dolar naik dalam waktu sekarang, bagi kami belum begitu terasa, yang terasa itu regulasi, bukan dampak mata uangnya, tapi regulasinya yang berdampak kepada kami,” jelasnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Ni Luh Anggela
Editor : Leo Dwi Jatmiko
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper