Bisnis.com, JAKARTA – Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta jajarannya untuk mengevaluasi bantuan pemerintah yang telah digulirkan dalam rangka percepatan pembangunan ekosistem kendaraan listrik di Tanah Air.
Hal ini disampaikan oleh Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita usai mengikuti rapat terbatas (ratas) terkait dengan implementasi ekosistem kendaraan listrik di Istana Negara, Senin (31/7/2023).
Agus memerinci bahwa Kepala Negara meminta jajaran menteri kabinet Indonesia Maju untuk mengevaluasi program insentif kendaraan listrik. Jokowi menilai bahwa selama ini insentif yang diberikan pemerintah dinilai sepi peminat. Contohnya adalah subsidi Rp 7 juta untuk pembelian motor listrik.
Jokowi, sambung Agus, mengatakan bahwa pemerintah berencana akan memperluas kriteria penerima subsidi Rp 7 juta untuk pembelian motor baru. Mengingat dalam peraturan saat ini persyaratan mendapatkan subsidi motor listrik ada empat. Pertama adalah penerima KUR, penerima bantuan upah kerja di bawah Rp 3,5 juta, pengguna listrik di bawah 900 VA, dan penerima bantuan sosial (bansos).
“Bantuan pemerintah itu kami diminta evaluasi jadi berkaitan dengan syarat-syarat yang sebelumnya ditetapkan nanti akan kita hapuskan. Jadi nanti yang mendapat bantuan pemerintah untuk pembelian motor roda dua itu berbasis NIK atau KTP. Jadi, satu KTP satu NIK itu satu motor listrik,” ujarnya di kompleks Istana Kepresidenan, Senin (31/7/2023).
Lebih lanjut, dia mengatakan sejauh ini aturan yang dilihat berhasil adalah Pajak Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) terkait kendaraan bermotor listrik berbasis baterai roda empat dan bus dengan TKDN lebih kecil sama dengan (≤) 40 persen, diberikan PPN DTP sebesar 10 persen sehingga PPN yang harus dibayarkan sebesar 1 persen.
Baca Juga
Penyebabnya, untuk PPN DTP 1 persen untuk roda empat, pemerintah melihat dengan adanya kebijakan ini penjualan dari monil listrik naik 174 persen. Adapun, peserta dari aturan ini baru Wuling dan Ionic 5. Selanjutnya, dia mengatakan bahwa untuk evaluasinya Kementerian terkait salah satunya Menteri Keuangan (Menkeu) akan melihat bagaimana mempercepat penggunaan mobil listrik ke depan.
Senada, Kepala Kantor Staf Kepresidenan Moeldoko pun mengatakan bahwa syarat penerima subsidi kendaraan listrik bakal diperluas, sebab selama ini syarat penerima terlalu sempit dan membuat subsidi kurang diminati masyarakat akan dihilangkan.
Moeldoko menyebut berdasarkan data SISAPIRA per 31 juli 2023, per pukul 10.00 WIB dari 200.000 kuota insentif pembelian motor baru 1.056 pembeli dalam proses pendaftaran. Sementara itu, 175 pembeli dalam proses verifikasi, baru 36 insentif yang tersalurkan.
"Insentif yang 7 juta itu kan ternyata dalam perkembangannya lambat sekali. Nah ini kan aneh kan. Untuk itu ada perubahan. Mungkin persyaratannya yang akan dihilangkan," ucapnya.
Moeldoko menjelaskan selama ini program insentif kendaraan listrik bukan lah program bantuan sosial melainkan program transisi energi Indonesia maka dari itu penerima subsidi akan diperluas.
"Karena begini, bahwa program ini bukan program bantuan sosial lho, bahwa ini program dalam rangka indonesia bersih, kedua dalam rangka menuju persaingan di regional," pungkas Moeldoko.
Gaet Investor Mobil Listrik
Selanjutnya, Agus mengatakan bahwa Pemerintah juga akan menyiapkan regulasi untuk memberikan insentif terhadap calon investor yang akan membawa investasi mobil listrik ke Indonesia. Sehingga, disebutnya Jokowi menginginkan agar insentif fiskalnya di Tanah Air kompetitif.
“Sekali lagi insentif fiskalnya harus kompetitif dibandingkan dengan Negara-negara kompetitor kita, harus kompetitif. Misalnya pajak CBU itu nanti bisa kita jadikan 0. PPN-nya itu nanti bisa kami buat 0, ini sedang kita rumuskan bersama Menteri Keuangan tetapi bapak Presiden sudah menyetujui,” katanya.
Tak hanya itu, dia melanjutkan dalam konteks percepatan pengembangan ekosistem, pemerintah juga merelaksasi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle) untuk Transportasi Jalan.
Dia menjabarkan bahwa Perpres No 55 Tahun 2019 yang berkaitan dengan pengaturan TKDN yang mengatur bahwa TKDN pada 2024 untuk mobil listrik diwajibkan 40 persen, maka akan direlaksasi sehingga 40 persen itu akan diterapkan pada 2026.
Kendati demikian, dia mengamini bahwa capaian TKDN 40 persen ini belum tentu akan diterapkan pada 2026 dan bisa lebih cepat, tergantung dari kesiapan industri Tanah Air dalam memasok baterai untuk kendaraan listrik.
“Karena baterai itu kan komponen terbesar untuk kendaraan listrik. Itu sekitar 40-50 persen ada di baterai. Jadi bisa saja lebih cepat tetapi paling tidak nanti Perpresnya akan kita revisi dimana pada tahun yang sekarang Perpresnya 2024 40 persen sekarang kita relaksasi menjadi 2026. Nah, setelah 2026 itu baru kita kejar ke 60 persen tidak ada perubahan,” tuturnya.
Agus menekankan bahwa semua upaya itu dilakukan pemerintah dengan tujuan mempercepat pembangunan ekosistem mobil listrik. Percepatan ini diharapkan akan berdampak positif pada sejumlah sektor, termasuk in return terhadap penambahan pajak perluasan tenaga kerja serta mendorong energi bersih segera diimplementasikan di Tanah Air.