Bisnis.com, JAKARTA — Anggota DPR RI Komisi VII menilai penerapan bioetanol selayaknya tak mengulang kesalahan serupa pada implementasi biodiesel. Kesalahan itu antara lain pasokan yang masih minim, serta keselarasan standardisasi dengan ekosistem industri otomotif.
Wakil Ketua Komisi VII DPR Fraksi PAN Eddy Soeparno mengatakan beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penerapan bioetanol agar tak mengulang kesalahan implementasi biodiesel adalah kecukupan pasokan, dan juga seluruh hal yang menyangkut industri otomotif.
“Saat ini untuk bioetanol secara perekonomian tidak masuk, dan suplai pasokannya juga kurang sehingga saya kira itu perlu dievaluasi,” ujar Eddy di kantor Bisnis Indonesia, Senin (24/7/2023).
Sebagai contoh yang menyangkut industri otomotif, dia mempertanyakan kemungkinan sebuah kendaraan dapat diterima oleh perusahaan asuransi kendaraan untuk menanggung adanya kerusakan bila menggunakan bioetanol. Sebab, jelas Eddy, sejauh ini masih terdapat pro dan kontra terkait penerimaan asuransi terkait kerusakan akibat biodiesel yang telah lebih dulu berjalan.
Selain itu, dia juga berkaca pada penerapan biodiesel yang selama ini masih mendapatkan subsidi dari pemerintah melalui kompensasi dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). Padahal, kata Eddy, dana kompensasi BPDPKS itu seharusnya diperuntukkan untuk penghijauan, peremajaan, serta pengembangan pengetahuan bidang sawit.
“Saya kira hal tersebut yang merupakan pemikiran dan jangan sampai kemudian juga cerita yang lama terulang [kesalahan biodiesel]. Jadi, kita harus kerja sama dengan sektor otomotifnya,” tuturnya.
Baca Juga
Sebelumnya, Kementerian ESDM memberlakukan ketentuan standar dan mutu bioetanol melalui Keputusan Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Nomor 252.K/HK.02/DJM/2023 tentang Standar dan Mutu (Spesifikasi) Bahan Bakar Minyak Jenis Bensin (Gasoline) RON 95 dengan Campuran Bioetanol 5 persen (E5) yang Dipasarkan di Dalam Negeri.
Dalam beleid tersebut, tertuang penetapan dan pemberlakuan ketentuan standar dan mutu (spesifikasi) minyak bensin dengan angka oktan (RON) 95 (E0) dan 5 persen bahan bakar nabati jenis bioetanol (E100).
"Kepdirjen ini menetapkan dan memberlakukan ketentuan standar dan mutu bensin dengan RON 95 dan campuran 5 persen bioetanol. Spesifikasinya ditetapkan sesuai dengan yang tercantum pada lampiran Kepdirjen tersebut. Salah satunya diatur RON minimal 95," kata Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama Kementerian ESDM Agung Pribadi dikutip dari siaran pers, Sabtu (22/7/2023).
Adapun spesifikasi bahan bakar nabati jenis bioetanol mengacu pada Keputusan Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Nomor 95.K/EK.05/DJE/2023 tentang Spesifikasi Bahan Bakar Nabati Jenis Bioetanol Sebagai Bahan Bakar Lain yang Dipasarkan di Dalam Negeri.
PT Pertamina (Persero) juga akan meluncurkan produk BBM baru RON 95 dengan campuran bioetanol yang berasal dari molases tebu singkong pada akhir Juli 2023.
Sementara dari sudut pandang pelaku industri, Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) belum menyarankan atau meminta merek mobil melakukan modifikasi untuk penggunaan bahan bakar bioetanol.
Ketua Umum Gaikindo Yohannes Nangoi mengatakan pasokan bioetanol masih belum banyak lantaran Indonesia masih kekurangan tebu untuk membuat gula, dan bergantung pada impor.
“Nanti dulu [modifikasi]. Kami lagi mencoba dulu karena bioetanol-nya sendiri belum tersedia,” ujar Nangoi di Jakarta, Kamis (13/7/2023).