Bisnis.com, JAKARTA - Produsen lithium khawatir penundaan izin tambang, kekurangan staf dan inflasi dapat menghambat pasokan logam baterai untuk kebutuhan permintaan kendaraan listrik.
Lithium kini menjadi salah satu logam paling laris di dunia, lantaran pembuat kendaraan listrik seperti Ford juga menggunakan bahan tersebut untuk baterai mobil listrik.
"Kita bisa berakhir dalam situasi krisis di mana perusahaan-perusahaan baterai tidak memiliki jaminan pasokan [lithium]," kata ketua Lake Resources, Stu Crow.
Dalam minggu ini, Lake Resources menjadi perusahaan lithium terbaru yang mengumumkan penundaan proyek yakni produksi pertama dari proyek litium Kachi di Argentina selama tiga tahun.
Alasan Lake Resources melakukan penundaan adalah pasokan listrik dan masalah logistik lainnya.
Di lain sisi, produsen lithium terbesar di dunia Albemarle yang sedang berkembang di seluruh Amerika, Asia dan Australia, memproyeksi permintaan lithium global akan melampaui pasokan 500.000 ton metrik pada tahun 2030.
Baca Juga
Konsultan-konsultan dan produsen-produsen lainnya memiliki proyeksi yang sedikit berbeda, tetapi semuanya memperingatkan tentang ancaman kekurangan pasokan.
Menurut Fastmarkets, diketahui terdapat 45 tambang lithium yang beroperasi di dunia pada 2022. Diperkirakan 11 tambang akan dibuka tahun ini dan 7 pada 2024.
Kecepatan tersebut masih jauh di bawah apa yang dikatakan para konsultan untuk memastikan permintaan pasokan global yang memadai.
Proyeksi pertumbuhan tersebut juga mengasumsikan skenario terbaik walaupun pertambangan menghadapi kesulitan.
Meskipun tambang lithium lebih banyak dibangun, belum ada fasilitas untuk memproduksi jenis logam khusus yang diperlukan untuk baterai.
Para eksekutif juga berpendapat bahwa produsen mobil mungkin terpaksa menerima lithium berkualitas lebih rendah, yang dapat mengurangi jarak tempuh kendaraan listrik.