Bisnis.com, JAKARTA – Sasaran insentif kendaraan listrik kembali dipertanyakan, kali ini datang dari Wakil Ketua Bidang Penguatan dan Pengembangan Kewilayahan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno.
Djoko menyoroti upaya pemerintah dalam insentif kendaraan listrik yang dimaksudkan untuk membantu pelaku usaha menengah kecil dan mikro (UMKM). Hal ini tertuang dalam Dalam Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 6/2023 tentang Pedoman Pemberian Bantuan Pemerintah untuk Pembelian Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai Roda Dua.
“Program Bantuan diberikan kepada masyarakat tertentu yang dibuktikan dengan kepemilikan nomor induk kependudukan yang terdaftar sebagai penerima manfaat: a. kredit usaha rakyat; b. banyuan produktif usaha mikro; c. bantuan subsidi upah dan/atau d. penerima subsidi listrik sampai dengan 900 volt ampere,” tulis pasal 3 beleid tersebut.
Namun, Djoko justru berpendapat bahwa pelaku UMKM tidak membutuhkan insentif ini. “Sejatinya, pelaku UMKM tidak butuh motor listrik, tetapi membutuhkan tambahan modal untuk mengembangkan usahanya, akses pasar, pelatihan SDM,” tulis Djoko dalam keterangannya dikutip pada Senin (29/5/2023).
Menurutnya, pelaku UMKM saat ini sudah memiliki sepeda motor untuk kegiatan usahanya, bahkan ada yang memiliki lebih dari satu sepeda motor dalam rumah tangganya. Dengan demikian menurutnya sasaran yang dibidik oleh pemerintah untuk penerima insentif kendaraan listrik ini tidak tepat.
“Bahkan orang yang hidup di kolong jembatan pun sudah memiliki sepeda motor. Jelas tidak tepat sasaran,” tambah Djoko.
Baca Juga
Djoko menilai insentif kendaraan listrik akan lebih bermanfaat jika diberikan kepada masyarakat yang masih kesulitan untuk mengakses bahan bakar minyak (BBM), tentunya masyarakat dengan kalangan ini ada di luar Jawa atau berada di daerah terluar, tertinggal, terdepan dan pedalaman (3TP).
“Perlu belajar dengan Pemerintah Kabupaten Asmat, Provinsi Papua Selatan, sejak 2007 masyarakat Kota Agatas, Ibukota Kabupaten Asmat sudah menggunakan kendaraan listrik. Kesulitan mendapatkan BBM menjadikan masyarakatnya mayoritas memakai sepeda motor listrik. Ojek listrik sudah lebih dulu ada di Asmat daripada di Jakarta,” jelas Djoko.
Djoko menilai, tujuan pemerintah memberikan insentif untuk pembelian sepeda motor dan mobil listrik sepertinya lebih untuk menolong industri sepeda motor dan mobil listrik yang sudah terlanjur berinvestasi dan berproduksi, tetapi pangsa pasarnya masih sangat kecil, sehingga perlu diberikan insentif.
“Jika dicermati, program insentif kendaraan listrik ini memang tidak memiliki aturan atau kewajiban bagi pembeli kendaraan listrik untuk melepas kepemilikan kendaraan berbahan bakar minyak yang mereka miliki,” kata Djoko.
Dengan demikian menurutnya, insentif ini justru akan menyumbang peningkatan kemacetan dengan semakin bertambahnya kendaraan pribadi yang berjejal di jalan, sedangkan pihak yang akan diuntungkan dari program ini hanya kalangan produsen kendaraan listrik.
Di sisi pengurangan emisi dan konsumsi BBM juga nihil, menurut Djoko, yang terjadi justru penambahan konsumsi energi dan makin bertambahnya kendaraan pribadi yang berjejal di jalan. Sedangkan pihak yang akan diuntungkan dari program ini hanya kalangan produsen kendaraan listrik.
“Pemerintah tampaknya mengupayakan win-win solution untuk penyelesaian yang menguntungkan dan memuaskan semua pihak. Untuk itu, distribusi kendaraan listrik, terutama sepeda motor listrik, sebaiknya jangan banyak di perkotaan yang sudah padat dan macet,” tutup Djoko.