Bisnis.com, JAKARTA – Krisis energi Eropa mulai mengancam sektor otomotif, khususnya produksi mobil yang diperkirakan akan menurun hingga 1 juta kendaraan per kuartal sampai 2023.
Dilansir carscoops.com, Minggu (16/10/2022), perang Ukraina dengan Rusia sudah berdampak kepada produksi akibat krisis energi yang sedang berlangsung di Eropa.
S&P Global Mobility memperkirakan bahwa produksi mobil di Eropa akan turun pada akhir tahun dan berlanjut hingga 2023. Hal itu terjadi karena kekurangan suku cadang dan kemacetan pasokan akan sangat membebani produsen mobil.
Sementara itu, pemerintah di Eropa berusaha meminimalkan dampak krisis energi. Namun langkah-langkah yang diambil tidak cukup untuk melindungi industri otomotif dari penghentian produksi.
Diperkirakan pabrik mobil Eropa dapat memproduksi antara 4 juta - 4,5 juta kendaraan per kuartal tahun ini. Namun, jika pembatasan energi diberlakukan, maka bisa turun menjadi 2,8 juta per kuartal, yang mengakibatkan kerugian antara 4,8 juta - 6,8 juta per tahun.
Adapun, produsen mobil yang paling terpengaruh adalah produsen mobil raksasa Eropa, seperti BMW Group , Volkswagen Group, Renault Group, dan Stellantis.
Kendati demikian, S&P Global Mobility menyarankan langkah yang tepat untuk menghadapi masalah ini dengan menggunakan model pasokan Just in Time (JIT), yang artinya para produsen disarankan untuk memproduksi unit sesuai dengan kebutuhan permintaan secara tepat waktu.
S&P Global Mobility juga telah menyusun peringkat mengenai negara Eropa mana saja yang memiliki posisi terbaik untuk mengatasi masalah ini, seperti Republik Ceko dan Jerman diposisikan dengan baik, khususnya Jerman karena ketergantungannya yang rendah pada listrik yang berasal dari gas dan tingkat penyimpanan gasnya saat ini.
Namun, kabar buruk datang untuk produsen mobil yang berada di Spanyol, Italia, dan Belgia, karena ketiga negara ini merupakan negara yang memiliki ketergantungan energi lebih daripada negara Eropa lainnya.