Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Mitsubishi Tagih Insentif Fiskal di Indonesia, Ini Besaran Pajak Negara Asean

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengeklaim pajak Indonesia cukup bersaing dengan negara lain, usai bertemu dengan Mitsubishi.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dan Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita bertemu dengan CEO Mitsubishi Motor Compang (MMC) Takao Kato di Jepang, Senin (25/7/2022) - BISNIS/Maria Yuliana Benyamin
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dan Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita bertemu dengan CEO Mitsubishi Motor Compang (MMC) Takao Kato di Jepang, Senin (25/7/2022) - BISNIS/Maria Yuliana Benyamin

Bisnis.com, JAKARTA – Mitsubishi Motors Corporation (MMC) menagih insentif fiskal Pemerintah Indonesia untuk memperlancar komitmen investasinya di Indonesia, usai bertemu dengan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto.

Airlangga pun menjawabnya dengan menyatakan bahwa pajak Indonesia cukup bersaing dengan negara lain.

Bila dilihat dari pajak pertambahan nilai (PPN), setelah pemerintah menaikkan menjadi 11 persen, Indonesia menempati negara kedua dengan pungutan tertinggi di Asean. Posisi pertama adalah Filipina dengan 12 persen.

Terbesar selanjutnya adalah Malaysia, Vietnam, dan Kamboja dengan 10 persen. Lalu, Singapura, Laos, dan Thailand sebesar 7 persen. Myanmar 5 persen sedangkan Brunei Darussalam tidak ada PPN.

Sebaliknya untuk pajak penghasilan (PPh) badan, Indonesia juga bukan yang paling kecil. Paling besar adalah Filipina 30 persen dan Myanmar 25 persen.

Terbesar selanjutnya adalah Laos dan Malaysia sebesar 24 persen. Setelah itu baru Indonesia dengan angka 22 persen.

Kamboja, Vietnam, dan Thailand jadi paling besar selanjutnya dengan 20 persen. Kemudian Brunei Darussalam 18,5 persen dan terakhir adalah Singapura 17 persen.

Pada pertemuan negara dengan pengusaha (G2B) tersebut pada pekan lalu, Airlangga menanyakan komitmen investasi dari MMC pada Indonesia.

Sampai saat ini, MMC telah menginvestasikan Rp11,3 triliun hingga akhir 2021 untuk seluruh pabrik di Indonesia. Targetnya, MMC akan menginvestasikan sekitar Rp10 triliun mulai 2022 hingga 2025.

Indonesia sendiri diakui perusahaan merupakan pangsa pasar besar bagi Mitsubishi, bahkan dibandingkan dengan Jepang sendiri. Oleh karena itu, MMC berkomitmen mendiversifikasi produk mereka.

Setelah 2023, MMC akan fokus memproduksi model mobil jenis xEV yang terdiri dari model Xpander dan Pajero Sport. Selain itu, MMC juga akan memproduksi dua model kendaraan baru electric vehicle (EV) mulai 2024.

Sejak mendirikan Mitsubishi Motors Krama Yudha Indonesia (MMKI) pada 2018, ekspor MMC terus meningkat dan menjadikan Indonesia sebagai basis ekspor sangat penting bagi Mitsubishi. Saat ini, sedang disiapkan ekspor produk MMKI ke Australia.

MMC juga merencanakan untuk menambah negara tujuan ekspornya, sehingga pada 2022 menjadi 40 negara tujuan ekspor bagi produk Mitsubishi buatan Indonesia ini.

Jumlah ekspornya diperkirakan akan mampu mencapai 72.000 unit pada 2022 atau meningkat dari 42.000 unit di 2021, dan ditargetkan 98.000 unit pada 2024.

MMC telah menginvestasikan Rp11,3 triliun hingga 2021 untuk pabrik MMC di Indonesia dan akan menginvestasikan Rp10 triliun lagi dari 2022 hingga 2025. Mitsubishi berencana mengeluarkan sejumlah model kendaraan baru dengan berbagai macam jenis yang ramah lingkungan.

“Mitsubishi akan mendiversifikasi produknya dengan mengeluarkan kendaraan dengan jenis Hybrid Electric Vehicle [HEV] atau Plug-in Hybrid Electric Vehicle [PHEV], serta Battery Electric Vehicle [BEV] untuk mendukung program Pemerintah Indonesia mencapai carbon neutral di 2060 mendatang,” kata CEO MMC Takao Kato saat pertemuan melalui keterangan pers.

Selain berjanji investasi, Kato meminta Pemerintah Indonesia memberikan insentif terkait ekspor produk mereka.

Airlangga pun menanggapi hal tersebut. Dia mengatakan bahwa Indonesia sebenarnya tidak kalah bersaing dari negara lain seperti Thailand untuk besaran insentif pajak.

“Namun, karena ada besaran perbedaan pajak daerah, maka terkesan pajak di Indonesia lebih tinggi. Ini yang sedang kita kaji di Pemerintah Pusat,” jelasnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper