Bisnis.com, JAKARTA – Honda Indonesia mengakui lini produksi mobil terdampak akibat kenaikan harga alumunium global. Produsen mobil nasional ini akan terus memantau pergerakan harga sekaligus mengoptimalkan pasokan aluminium yang ada.
Business Innovation and Sales & Marketing Director PT Honda Prospect Motor (HPM) Yusak Billy mengatakan industri nasional saat ini memang banyak terdampak beberapa kondisi, terutama gangguan pada pasokan komponen maupun bahan baku untuk produksi akibat efek dari pandemi.
Seperti diketahui, alumunium merupakan salah satu bahan baku untuk produksi Honda sehingga perusahaan terus memantau perkembangan yang ada.
"Saat ini kami juga melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan efisiensi produksi serta memaksimalkan ketersediaan stok komponen untuk memenuhi permintaan konsumen," katanya, Rabu (15/9/2021).
Kendati demikian, BIlly tidak menjelaskan porsi alumunium serta kebutuhan alumunium tahunan untuk produksi mobil Honda Indonesia.
Sebagai informasi, harga aluminium diketahui melonjak hingga US$3.000 per ton di London Metal Exchange (LME), tertinggi dalam 13 tahun. Melansir Bloomberg, harga komoditas tersebut telah naik 14% dalam tiga pekan terakhir dan 48% sepanjang tahun ini.
Lonjakan harga disebabkan kemacetan pengapalan dan pemangkasan produksi di China yang tengah berupaya memenuhi tujuan pengurangan intensitas energi.
Kenaikan harga ini berdampak langsung pada industri hilir di dalam negeri mengingat 90 persen bahan baku komponen otomotif masih mengandalkan impor.
Ketua Umum Gabungan Industri Alat Mobil dan Motor (GIAMM) Hamdani Zulkarnaen Salim sebelumnya mengatakan dalam rentang Januari—Agustus 2021, biaya produksi telah naik sekitar 30 persen karena lonjakan harga sejumlah material.
“Efek kenaikan cost-nya masing-masing tergantung komponen dan kandungan materialnya,” ujar Hamdani.
Hamdani menggarisbawahi kenaikan biaya produksi tersebut tak hanya disebabkan kenaikan harga aluminium, tetapi juga material lain. Alhasil, produsen pun harus menaikkan harga di tingkat pelanggan secara berkala.
“Beberapa customer OEM [original equipment manufacturer] kami memang punya mekanisme untuk peninjauan harga, tetapi proses itu biasanya 3—6 bulan sekali,” katanya.