Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Perindustrian berencana memperpanjang masa berlaku kebijakan relaksasi pajak pembelian atas barang mewah (PPnBM) hingga 2022.
“Iya, sih rencananya,” ujar Direktur Industri Maritim, Alat Transportasi dan Alat Pertahanan (IMATAP) Kementerian Perindustrian, Sony Sulaksono, kepada Bisnis, Senin (24/5/2021).
Sony menuturkan rencana itu masih dibahas secara internal oleh Kementerian Perindustrian dan belum diusulkan ke Kementerian Keuangan atau Badan Kebijakan Fiskal (BKF).
Menurutnya, studi analisa perlu dilakukan Kemenperin sebelum mengusulkan perpanjangan masa berlaku program insentif PPnBM. “Belum sama sekali [diusulkan]. Baru di tingkat internal kami. Harus ada studi analisanya dulu,” kata Sony.
Seperti yang diketahui, relaksasi PPnBm dijadwalkan berlangsung hingga akhir 2021. Program yang dimulai sejak 1 Maret ini dilakukan secara periodik per tiga bulan.
Selama Maret hingga Mei, PPnBM dikenakan tarif nol persen. Adapun, Juni – Agustus ditanggung 50 persen, sementara September sampai dengan Desember menjadi 25 persen.
Baca Juga
Program relaksasi PPnBM diberikan pada mobil-mobil berkapasitas 1.500 cc hingga 2.500 cc, yang diproduksi di Indonesia, serta memiliki pembelian komponen lokal (local purchase) minimal 60 persen.
Dalam pemberitaan sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menilai dampak kebijakan PPnBM terlihat dari lonjakan penjualan mobil sejak awal diskon tersebut berlaku.
“Bulan Maret saat awal diberlakukan sudah ada kenaikan 28,85 persen,” kata Menko Airlangga saat halalbihalal media secara daring belum lama ini.
Dia pun menuturkan bahwa pemerintah akan terus melanjutkan skema insentif tersebut sesuai skenario yang telah ditetapkan, yakni sampai dengan akhir tahun ini.
Berdasarkan data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), penjualan ritel pada Januari–April 2021, naik 5,9 persen secara tahunan menjadi 257.953 unit. Adapun, volume penjualan per bulan nyaris mendekati level normal atau sekitar 80.000 per bulan.
Namun, pulihnya penjualan ritel selama dua bulan terakhir belum cukup kuat mengatrol volume. Sepanjang Januari–April, produksi kendaraan bermotor roda empat dan lebih turun 0,8 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu menjadi 346.523 unit.